Pemerintah tidak akan mengajukan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2018. Meski demikian, pemerintah akan terus mengantisipasi pergerakan asumsi dasar ekonomi makro pada APBN 2018 agar tidak menganggu kinerja penerimaan maupun belanja yang sudah ditetapkan.
“Pergerakan itu ada di UU APBN yang sudah mengamanatkan untuk bisa teralokasikan," terang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada pers di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (12/07).
Menkeu mengatakan, beberapa indikator ekonomi memang mengalami perubahan pada pertengahan 2018 dari asumsi yang ditetapkan dalam APBN. Akan tetapi, asumsi tersebut memberikan dampak positif dari segi penerimaan, meski juga berpotensi menambah beban belanja khususnya subsidi energi.
“Dari sisi penerimaan maupun belanja, pasti ada beberapa yang bergerak, berdasarkan indikator ekonomi seperti harga minyak, nilai tukar bahkan juga dari sisi suku bunga," ujarnya.
Menkeu mengatakan, pemerintah menilai, pergerakan asumsi makro tersebut belum terlalu mengkhawatirkan sehingga pengajuan APBN Perubahan belum diperlukan.
Sekedar informasi, saat ini, beberapa asumsi makro dalam APBN sudah tidak sesuai dengan realisasi rata-rata, seperti harga minyak mentah (ICP), nilai tukar rupiah dan produksi jual (lifting) minyak.
ICP, yang diasumsikan sebesar 48 dolar AS per barel, realisasinya hingga akhir Mei 2018 sudah mencapai 66 dolar AS per barel. Sedangkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah mencapai rata-rata Rp13.714 atau lebih tinggi dari asumsi APBN Rp13.400.
Kenaikan harga minyak tersebut memang memberikan tambahan pendapatan dari PNBP sektor migas. Namun, pergerakan rupiah bisa menambah pagu alokasi untuk belanja energi. Pemerintah sedang membahas rencana penambahan subsidi untuk BBM dengan DPR, dari sebelumnya Rp500 per liter menjadi Rp2.000 per liter.
Tidak adanya APBN Perubahan tersebut merupakan hal yang jarang terjadi, karena biasanya, pemerintah selalu mengajukan APBN Perubahan setiap tahunnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved