Ancaman pemanasan global harus dilihat sebagai sebuah peluang bisnis. Caranya, dengan memanfaatkan limbah gas buang CO2 yang dapat mengurangi dampak pemanasan global melalui proses capturing and refinering. Selain itu, pemanfaatan energi panas bumi (geothermal) sebagai energi terbarukan yang ramah lingkungan.
"Pemanfaatannya perlu dioptimalkan, seperti potensi lokal yang ada di Jawa Tengah. Di antaranya, Ungaran, Kabupaten Semarang, Guci, Kabupaten Tegal, dan Baturaden, Kabupaten Banyumas," kata Direktur Utama PT Resources Jaya Teknik Management Indonesia (PT RMI), Rohmad Hadiwijoyo dalam Seminar Nasional mengenai Pengelolaan Lingkungan, di Universitas Diponegoro, Semarang, Kamis (10/06).
Seminar yang antara lain membahas pemanfaatan geothermal itu, sebagai bagian dari peringatan hari lingkungan hidup sedunia. Penyelenggaranya, Universitas Diponegoro melalui program Pascasarjana dan program Doktor Ilmu Lingkungan.
Rohmad yang juga kandidat Doktor Lingkungan dari Undip itu mengatakan, untuk mengembangkan potensi lokal, perlu mendapatkan dukungan penuh dari Pemda Jawa Tengah. Di antaranya, dengan memberikan kemudahan sebagai fasilitator, termasuk negosiasi penentuan harga dengan PLN yang fleksibel mengikuti harga pasar.
Dengan pengalaman pengeboran sumur panas bumi di Dieng, PT RMI mencatat investasi eksplorasi untuk menghasilkan listrik 5 MW senilai US$1,1 juta. Untuk PLTU Ungaran yang dipatok menghasilkan 55 MW dana eksplorasi senilai US$110 juta, ditambah sekitar 35-40% untuk pembangunan infrastruktur
Besarnya kebutuhan modal awal ini harus dicermati pemerintah daerah, agar investasi di bidang panas bumi menjadi menarik investor. Bagaimanapun investor selalu mempertimbangkan faktor Return of Investment (RoI), pengembalian investasi. Ini penting dilakukan, agar kebutuhan listrik lokal dapat terpenuhi, selain menghindari terjadinya kekurangan pasokan listrik yang selama ini menjadi keluhan industri.
Pemurnian CO2
Dalam hal pemurnian CO2 hasil buangan industri, sejak tahun lalu PT RMI berhasil melakukan ‘capturing’ dan ‘refinering’ emisi CO2 dari limbah buang PT Krakatau Steel dengan teknologi dari Union Engineering-Denmark.
Pabrik pemurnian CO2 pertama dan terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara, yang berlokasi di Cilegon, Banten tersebut dibangun PT RMI. Pabrik itu menghasilkan produk akhir berupa CO2 murni standard food grade yang sangat diperlukan berbagai industri.
Kebutuhan CO2 murni di Indonesia mencapai 250 ton per hari. Hanya saja, C02 murni yang dihasilkan masih menggunakan teknologi konvensional, berbahan baku minyak bumi yang dibakar, sehingga harga jual CO2 murni menjadi mahal. Rohmad mengatakan, berbeda dengan CO2 murni yang dihasilkan PT RMI, selain bahan baku diambil dari limbah emisi CO2 yang bila tidak diolah akan mengakibatkan pencemaran, harga yang ditawarkan pun jauh lebih murah.
Rohmad yang juga Bapak CO2 Indonesia mengungkapkan, banyak perusahaan yang berminat membeli produk CO2 murni produksi PT RMI. Saat ini PT RMI melalui anak usahanya PT RMI Krakatau Karbonindo, telah menandatangi kontrak pemasaran dengan PT Iwatani Industries Jepang, PT Molindo Inti Gas.
Keberhasilan PT RMI sebagai pionir pemurnian gas CO2, jelas contoh sukses bagi industri nasional di tengah kelesuan ekonomi dunia. Tidak heran jika PT RMI dipercaya mencatatkan diri sebagai satu-satunya perusahaan swasta dari Indonesia yang meneken MoU penanganan CO2 dalam forum dunia COP-15 UNFCCC di Copenhagen, Denmark. Acara yang berlangsung tahun lalu itu, dihadiri seluruh pemimpin dunia.
Dengan pengalaman penanggulangan CO2, Rohmad Hadiwijoyo menyatakan PT RMI siap mendampingi Pemerintah Daerah dan pihak swasta Jawa Tengah mengatasi persoalan gas buang industri di Jawa Tengah yang kerap menimbulkan persoalan sosial.
© Copyright 2024, All Rights Reserved