Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memprotes aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melarang parpol memasang gambar Presiden dan Wakil Presiden serta tokoh nasional yang bukan pengurus partai. PDIP menilai larangan itu tidak mendasar dan berlebihan.
“Menurut saya sebenarnya terlalu berlebihan. Larangan untuk memasang gambar tokoh, presiden atau wakil presiden ini sebenarnya tidak punya alasan yang cukup kuat dan mendasar," ujar Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (27/02).
Larangan soal pemasangan gambar tokoh-tokoh di alat peraga kampanye itu tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Peraturan tersebut ada di Pasal 29 PKPU yang berisi tentang desain dan materi bahan kampanye yang difasilitasi oleh KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP kabupaten/kota atau yang dicetak oleh pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3. Aturan itu menjelaskan parpol dilarang mencantumkan foto atau nama Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dan/atau pihak lain yang tidak menjadi pengurus partai politik.
“Tidak harus mengatur sampai sedetil itu, kecuali kalau tokoh itu atau simbol itu dilarang, merupakan orang terlarang, partai terlarang, simbol terlarang, tidak boleh dipajang. Oke itu diatur,” ujar dia.
Andreas mengatakan, setiap parpol tentu memiliki petimbangan dalam memasang tokoh dalam alat peraga kampanye mereka. Parpol tidak mungkin memasang gambar atau tokoh yang tidak memiliki keterkaitan dengan partai.
Andreas mengatakan, partainya pasti memasang gambar atau tokoh yang memiliki hubungan kesejarahan dan mempunyai relasi yang kuat, seperti Presiden Soekarno.
“Ya kita merasa terganggu dengan larangan seperti itu dan mungkin juga kelompok-kelompok yang lain juga mempunyai idola atau afiliasi dan hubungan kehistorisan dengan Bung Karno atau tokoh lain juga mungkin terganggu dengan larangan yang tak punya alasan mendasar. Mengapa melarang tokoh untuk ditampilkan," protes Andreas.
Termasuk juga, menurut Adreas, larangan tidak boleh memasang gambar Presiden atau Wapres. Ia mempertanyakan, apabila presiden atau wapres tersebut merupakan anggota partai politik. Seperti contoh Presiden Joko Widodo yang merupakan kader PDIP.
“Sebagai kader yang tentu beliau (Jokowi) menjadi icon. Aneh, kalau itupun diatur dan dilarang. Kalau pihak ingin menggunakannya sebagai icon ya silakan. Nanti rakyatlah yang putuskan untuk pilih atau tidak. Sehingga ini seharusnya tidak perlu diatur, karena tidak relevan dengan prinsip pemilu yang bebas, dan menjadi berlebihan," tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved