Sudah sekian lama publik di Jakarta menyaksikan aksi perusakan tempat-tempat hiburan malam yang dilakukan oleh kelompok Front Pembela Islam (FPI). Aparat penegak hukum terkesan bingung dan tak bisa berbuat apa-apa.Terakhir, anggota FPI terlibat dalam aksi perusakan sejumlah diskotek dan GOR Kemakmuran, pada Jumat (4/10) dini hari, pekan lalu.
Dari perusakan ini, Polres Jakarta Pusat telah menahan delapan tersangka yang kini meringkuk di tahanan Kantor Polres Jakarta Pusat, masing-masing, M Djafar Sidiq (Wakil Panglima Laksar FPI), M Wahyudi Atin, M Wahyono, Rahmat Suhendro, Taher Pele, Mahsuni Saleh, Rahyono, dan Daryono.
Mereka diancam pasal 170 ayat 1 KUHP tentang perusakan barang milik orang lain dan penganiayaan. Selain itu mereka juga dikenai pasal 55 KUHP yang secara bersama-sama melakukan perusakan.
Bagaimana tindaklanjut kasus ini? Pihak Polda Metro Jaya berjanji akan serius menangani kasus perusakan tempat-tempat hiburan di Jakarta yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) pekan lalu. “Kegiatan yang dilakukan FPI itu sudah merusak puluhan lokasi dan merugikan orang banyak," kata Kadispen Polda Metro Jaya Kombes Anton Bachrul Alam.
Tengoklah apa yang terjadi selama kurun waktu 2000-2002. Selama kurun waktu tersebut, jajaran Polda Metro Jaya sudah menerima 13 laporan masyarakat tentang perusakan yang diduga dilakukan FPI.
Menurut catatan polisi, pada 2000 setidaknya ada tiga laporan yang masuk, antara lain Laporan Polisi (LP)/1964-1060/K/XII/2000/Res JB tertanggal 11-12-2000. Dilaporkan, FPI pada waktu itu merusak sebuah tempat hiburan di Duta Mas Blok A No 28, Tanjung Duren, Jakbar. Kejadian itu berlangsung pada Minggu, 10 Desember pukul 23.45. Kerugian yang diderita sekitar Rp300 juta.
Setelah itu, FPI merusak sebuah tempat hiburan di Duta Mas Blok A7 no 5. Kerugian yang diderita pemilik tempat tersebut sekitar Rp250 juta. Dalam kurun waktu yang hampir bersamaan, sekitar 200 anggota FPI juga merusak ruko yang berada di Blok A 7 no 22, yang terletak pula di Duta Mas. Kerugian yang ditanggung Rp85 juta.
Pada 2001 ada dua laporan yang masuk. Jumat (29/6), FPI merusak sebuah rumah dan cafe yang terletak di Jl Salak Raya no 2, Pancoran Mas, Depok. Kerugian yang diderita Rp100 juta.
Kemudian pada (23/11), FPI merusak tempat hiburan Bandara 2001, Jl Daan Mogot Raya no 119 Aldiron Blok B 3-5, Jakbar. Kerugian yang diderita Rp8 juta.
Tahun 2002, (15/3), masuk laporan nomor LP/145/K/III/2002/Budi. Laporan ini menuliskan perusakan yang dilakukan FPI di tempat biliar Mekar Jaya, Jl Dr Satrio, Karet Kuningan, Jaksel. Kasus ini masih disidik oleh Polres Jaksel.
Kemudian pada bulan Juni, (26/6), polisi menerima dua laporan. Perusakan dilakukan 100 anggota FPI di Jl Jaksa dan Jl Wahid Hasyim, Jakpus. Kerugian yang ditaksir Rp3 juta.
Disusul pada 4 Juni, 30 orang anggota FPI mendatangi tempat biliar Srikandi, Jl AR Hakim, Depok. Disusul 20 Agustus, 100 orang melakukan perusakan Gedung Diskotik Lucky Star, Jl Pluit Indah Raya, Jakut.
Terakhir lalu (4/10), polisi menerima tiga buah laporan tentang perusakan diskotik Eksotis, rumah biliar Kemakmuran, dan rumah biliar Benetton. Dalam laporan tersebut, selain merusak gedung dan isinya, terdapat dua orang yang terluka. Suwanda dan Sukarna menjadi korban yang luka dalam perusakan yang dilakukan FPI tersebut.
Menurut Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, tindakan anggota FPI menyerang sejumlah tempat hiburan sebagai tindakan kriminal.
Karena itu, kata Hasyim kepada pers di Jakarta, tindakan polisi yang melakukan penangkapan pada sejumlah anggota FPI tidak dapat disalahkan. "Polisi tidak salah melakukan penangkapan, karena yang mereka lihat FPI melakukan perusakan yang sesuai KUHP merupakan pelanggaran hukum, bukan memerangi kemaksiatan," kata Kiai Hasyim.
Dengan dalih apappun, semua pihak mestinya menghormati aturan hukum. Siapapun yang melanggar tentunya mesti diberikan hukuman tegas. Sejauh yang bisa diketahui, terkadang aparat penegak hukum pun masih bersikap diskriminatif dalam menerapkan aturan hukum. Termasuk dalam hal pengelolaan hiburan malam. Itulah yang boleh jadi menyulut emosi sebagian masyarakat.
Namun demikian, kasus main hakim sendiri atau melakukan perusakan pun tidak bisa dibenarkan secara hukum. Sehingga tindakan tegas aparat hukum menjadi tuntutan utama. Hal itu hanya bisa dilakukan jika aparat hukum pun bersih dari KKN yang akan mempersulit posisinya dalam menegakkan hukum.
© Copyright 2024, All Rights Reserved