Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga kini belum meratifikasi pengendalian tembakau atau aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Sikap SBY tersebut diapresiasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Muhammad Sulthan Fatoni menegaskan, isu ratifikasi FCTCdan polemik Undang-Undang Kesehatan telah mengganggu petani tembakau untuk memperoleh hak-hak dasar kehidupannya. PBNU menilai sikap Presiden SBY tersebut sebagai bentuk keberpihakan terhadap rakyat.
“Ini soal perlindungan, keadilan, kesejahteraan, dan perbaikan hidup masyarakat yang harus dipenuhi Pemerintah. FCTC itu simbol kekuatan ekonomi global, dan patut disyukuri sikap Presiden yang tanpa ragu berada di pihak rakyat,” kata Sulthan, Sabtu (08/03).
Sulthan berharap keputusan SBY tersebut ditindaklanjuti dengan sikap pemerintah agar lebih sensitif terhadap isu-isu pertanian, sekaligus fokus menyelesaikan persoalan pertanian.
Sebab, kata Sulthan, saat ini petani butuh perhatian di sektor permodalan, infrastruktur, perlindungan harga pascapanen, dan tata niaga yang baik. "Sejak empat tahun terakhir kami terjun melakukan pendampingan, masalah itu yang mendesak dibutuhkan oleh petani,” ungkap Sulthan.
Sebelumnya, pada Jumat (07/03) kemarin, Pemerintah melalui Sekretaris Kabinet Dipo Alam, mengatakan, hingga saat ini Presiden belum menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang standarisasi tembakau sesuai dengan yang ada di luar negeri.
Menurut Dipo, banyak pertimbangan mengapa Presiden SBY hingga saat ini belum menandatangani Perpres tersebut. Salah satunya adalah memerhatikan nasib petani tembakau. Dengan alasan itu Dipo meminta petani tembakau dan cengkeh tidak melakukan demonstrasi lagi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved