Ombudsman menyebutkan, berdasarkan hasil pemantauan ternyata hingga saat ini masih terjadi pungutan liar dalam proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk elektronik. Dari pemantauan di 34 provinsi, Ombudsman menemukan sebanyak 38,24 persen terdapat pungli. Sementara 61,76 persen bebas dari pungli.
Daerah yang masih terjadi pungli antara lain yakni, di Nusa Tenggara Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Sumatera Selatan.
"Banyak celah yang dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk melakukan pungli. Ini dikarenakan kelemahan pengawasan dalam pelaksanaan pelayanan KTP elektronik dan kurangnya koordinasi antarlembaga," kata Anggota Ombudsman Ahmad Suhaedy dalam jumpa pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (07/11).
Menurut Suhaedy, modus yang paling banyak digunakan untuk melakukan pungli adalah dengan penggunaan calo, yakni 52,17 persen. Modus calo menjamur karena antrean yang panjang dalam pengurusan E-KTP. Pungli yang ditarik jumlahnya beragam, mulai dari Rp50.000 hingga Rp300.000.
Untuk mengatasi pungli ini, ombudsman merekomendasikan tiga hal. Pertama, membuat loket khusus pelayanan E-KTP yang disertai fasilitas dan SDM yang cukup layak untuk memudahkan pengawasan petugas dan pendataan.
Kedua, menggalakkan penindakan dan pemberian sanksi tegas sesuai peraturan perundang-undangan terhadap para oknum yang berupaya mencari dan memanfaatkan celah.
"Ketiga, bekerja sama secara aktif dengan Tim Sapu Bersih Pungli yang telah dibentuk oleh Presiden," pungkas Suaedy.
© Copyright 2024, All Rights Reserved