Republik Rakyat China sempat berniat membangun basis mata-mata di Timor Leste, bekas provinisi ke-27 Indonesia, namun akhirnya gagal. Hal itu diungkapkan oleh situs pembocor data, WikiLeaks yang melansir dokumen rahasia kawat diplomatik Amerika Serikat.
Rencana China itu diketahui dari proposal pembangunan dan operasional fasilitas radar di pantai utara Timor Leste yang diajukan pada Desember 2007. Menurut situs berita Australia, The Age, Selasa (10/05), pemerintah Timor Leste menaruh curiga. Atas hasil konsultasi dengan Amerika Serikat dan Australia, lamaran itu pun akhirnya ditolak.
Saat diplomat China bersikeras pada rekan-rekannya di AS bahwa Timor Leste "tak punya arti strategis" untuk Beijing, pada Februari 2008, Kedutaan AS di Dili justru melapor ke Washington, bahwa Wakil Perdana Menteri, Jose Luis Guterres, telah meminta pertimbangan Duta Besar AS, Hans Klemm, soal pendekatan dari perusahaan militer China yang menawarkan radar gratis untuk memonitor pelayaran di Selat Wetar.
Awalnya, tawaran itu dianggap menarik oleh Timor Leste, karena dianggap bermanfaat untuk mengatasi persoalan pencurian ikan (illegal fishing) di perairan Timor Leste. Namun, Guterres curiga ada udang di balik batu dari tawaran gratis itu.
"Salah satunya, radar itu diawaki oleh teknisi Cina," kata Guterres kepada kedutaan AS. Otoritas Timor Leste juga khawatir, radar tersebut akan digunakan untuk tujuan lain: intelijen.
Diduga, peralatan itu justru bisa digunakan memperluas perimeter radar intelijen China jauh ke pelosok Asia Tenggara. Apalagi, perairan dalam Selat Wetar yang memisahkan perairan timur laut Timor Leste dari Pulau Wetar, Indonesia.
Selama ini, Pulau Wetar dilaporkan digunakan sebagai lokasi transit kapal Angkatan Laut AS termasuk kapal selam nuklir saat melintas dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia.
Sebuah sumber intelijen pertahanan Australia mengatakan, Australia pun menduga usulan China tersebut adalah salah satu bagian dari kegiatan memperluas basis intelijen Tiongkok di Asia dan sekitarnya.
Diplomat AS di Dili melaporkan bahwa Presiden Jose Ramos-Horta, Guterres, dan Menteri Pertahanan, Julio Pinto, telah "berulang-ulang dan secara eksplisit" menegaskan bahwa kerjasama pertahanan dan keamanan Timor Leste terbatas pada mitra demokrasi: Australia, Portugal, Amerika Serikat, dan Jepang.
Sementara, untuk bantuan pertahanan China terbatas pada proyek-proyek konstruksi, bantuan pelatihan, dan bantuan kapal patroli berusia 40 tahun dari Shanghai.
© Copyright 2024, All Rights Reserved