Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan seluruh isi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA). UU itu dinyatakan tidak memenuho 6 prinsip dasar pembatasan pengelolaan sumber daya air sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Dengan keputusan ini, pihak swasta tak lagi leluasa untuk menguasai bisnis air.
Gugatan ini diajukan oleh para pimpinan PP Muhammadiyah. "Mengabulkan permohonan pemohon, menyatakan UU No 7/2004 tentang SDA tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," seperti dilansir website MK, Rabu (18/02).
dalam sidang yang dipimpin Ketua MK, Arief Hidayat itu dinyatakan, dengan tidak berlakunya UU SDA 2004 maka untuk mengisi kekosongan dikembalikan dalam UU 11/ 1974 tentang pengairan. "UU No 11/1974 tentang Pengairan berlaku kembali," ujar Arief.
Dalam pertimbangannya, majelis menganggap air adalah hakikat khalayak ramai, oleh karena itu dalam pengusahaan air harus ada pembatasan yang ketat sebagai upaya menjaga kelestarian dan ketersediaan air bagi kehidupan.
MK berpendapat hak pengelolaan air mutlak milik negara, maka prirotas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah BUMN atau BUMD.
"Pada prinsipnya pengusahaan air untuk negara lain tidak diizinkan. Pemerintah hanya dapat memberikan izin pengusahaan air untuk negara lain apabila penyediaan air untuk berbagai kebutuhan sendiri telah terpenuhi. Kebutuhan dimaksud, antara lain, kebutuhan pokok, sanitasi lingkungan, pertanian, ketenagaan, industri, pertambangan, perhubungan, kehutanan dan keanekaragaman hayati, olah raga, rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika serta kebutuhan lain," ujar Arief.
Terhadap putusan ini, kuasa hukum PP Muhammadiyah, Ibnu Sina Chandranegara mengatakan putusan MK membuktikan konstitusi masih berpihak pada kepentingan umum bukan pengkotak-kotak hak atas air. Dengan putusan MK, seluruh norma yang terkandung dalam UU SDA rontok dan harus kembali menggunakan UU Pengairan tahun 1974.
© Copyright 2024, All Rights Reserved