Pemerintah menganggap tak ada yang salah dengan posisi Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung. Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, menegaskan keberadaan Hendarman Supandji itu legal. Karena, menurut UU Kementerian, Jaksa Agung itu bukan dalam kabinet lagi.
"Kelegalan Jaksa Agung Hendarman Supandji berdasarkan UU Kementerian. Kan sudah ada UU Kementerian. Itu referensi kita. Nanti kita Konsolidasikan lagi," ujar Mensesneg Sudi Silalahi kepada pers, di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta, Minggu (04/07).
Sudi Silalahi yang menyertai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono baru mendarat, setelah berangkat dari Arab Saudi, Sabtu (03/07). Presiden dan rombongan baru saja menjalankan ibadah Umrah. Sebelumnya, Presiden mengikuti KTT G20 di Kanada, lalu melanjutkan perjalanan ke Turki sebelum akhirnya ke Tanah Suci Mekah.
Kata Sudi, pemerintah berpedoman pada Undang-undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara. UU ini tidak mengatur Jaksa Agung sebagai bagian dari kabinet. "Jaksa Agung itu bukan dalam kabinet lagi menurut UU kementerian itu."
Keputusan Presiden tentang pengangkatan Jaksa Agung tidak mencantumkan ketentuan mengenai pencabutan atau pemberhentian Jaksa Agung. "Oleh sebab itu, itu valid."
Menurut Sudi, Hendarman tidak perlu dilantik lagi saat SBY memilihnya sebagai jaksa agung pada Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Ia menyebutkan Keppres pengangkatan Jaksa Agung sebelumnya (periode pertama) sah, tidak ada pemberhentian jaksa agung.
Gugatan Yusril
Seperti diketahui, soal keabsahan Jaksa Agung Hendarman Supandji ini digugat oleh mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra. Bekas Mensesneg ini menganggap Hendarman tak lagi sah sebagai Jaksa Agung.
"Keabsahan Hendarman sebagai Jaksa Agung tidak ada kaitannya dengan UU Kementerian Negara seperti dikatakan Mensesneg Sudi Silalahi," ujar guru besar hukum tata negara ini.
Menurut Yusril, ketika jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir, 20 Oktober 2009, seluruh anggota kabinet diberhentikan dengan hormat dari jabatannya. Kecuali Jaksa Agung Hendarman Supandji. Sikap Presiden yang tak memberhentikan jabatan Jaksa Agung Hendarman itu, melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Dengan berakhirnya Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid I, mestinya Hendarman ikut nonaktif. Jadi, kata Yusril, jika dia menduduki lagi jabatan itu, mesti diangkat kembali lewat Keppres. Itulah yang ternyata tidak pernah ada. Dengan jabatan ilegal seperti itu, Yusril lantas mempertanyakan kebijakan Hendarman selama ini.
Dengan posisi seperti itu, Yusril menilai segala perintah Hendarman yang mengatasnamakan Jaksa Agung tidak sah. Termasuk penetapan Yusril sebagai tersangka kasus Sisminbakum. Karena itu, ia menolak proses hukum terhadapnya. Yusril tersangka kasus korupsi.
Yusril menyebutkan, Jaksa Agung bisa saja setingkat menteri, tapi bisa juga tidak. Karena itu, Mensesneg Sudi Silalahi harus mampu menunjukkan Keppres pengangkatan Hendarman sebagai Jaksa Agung sekarang ini, setelah masa jabatannya berakhir, 20 Oktober 2009.
"Kalau Keppres itu tidak ada, tak berdasar bagi Hendarman bertindak seolah-olah Jaksa Agung," katanya.
Yusril Keliru
Tentang pernyataan Yusril tentang keabsahan Jaksa Agung Hendarman Supandji, mengundang Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika Partai Demokrat, Ruhut Sitompul ikut campur bicara. Menurut Ruhut, langkah tersangka korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum Yusril Ihza Mahendra melaporkan Jaksa Agung Hendarman Supandji ke Mabes Polri, keliru.
Menurut anggota Komisi III DPR itu, Jaksa Agung pembantu Presiden sebagaimana kepala kepolisian. Karena itu, ia tidak mesti diangkat dan dilantik kembali sebagaimana menteri. "Sudahlah, Yusril. Tidak usah mendramatisir persoalan. Sudahlah, Yusril. Jangan begitu, nanti kodok pun tertawa."
Kepada pers, Ruhut juga mempertanyakan statemen Yusril yang intinya, kasusnya dipolitisir untuk tujuan tertentu. "Jangan karena mengena pada dirinya lantas dia mengatakan ini politik."
Menurut Ruhut, sebagai mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, seharusnya perkataan dan tindakan Yusril seiya dan sekata. "Harus diingat, Pak SBY ingin menegakkan Indonesia sebagai negara hukum, bahkan menegakkan hukum sebagai panglima."
Ruhut berkeyakinan Kejaksaan Agung sudah memunyai bukti permulaan dan fakta-fakta hukum lainnya, sebelum menetapkan Yusril sebagai tersangka. Kalau memang Yusril merasa tak bersalah, kata dia, silakan diuji di pengadilan. Tidak perlu berdalih macam-macam.
"Cara-cara pembangkangan yang dilakukan Yusril dengan melaporkan Jaksa Agung ke Mabes Polri, itu tidak baik," ujar politisi yang juga pengacara itu.
Ruhut mengingatkan, Yusril selaku mantan Menteri Sekretaris Negara tentu memahami perbedaan antara jabatan Panglima TNI, Kapolri dan Jaksa Agung dengan menteri-menteri. Kalau Jaksa Agung ilegal berarti lainnya juga tidak sah. "Jadi Panglima TNI ilegal? Kapolri ilegal? Lembaga-lembaga lainnya ilegal?"
"Jadi, nggak boleh dia bilang Jaksa Agung ilegal. Kalau yang ngomong itu bukan orang hukum, bisa dipahami. Tapi dia itu profesor doktor hukum tata negara," ujar Ruhut.
© Copyright 2024, All Rights Reserved