Tidak ada tekanan dari negara-negara besar khususnya Barat terhadap Indonesia dalam menentukan sikap terhadap resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB). Sikap Indonesia yang mendukung adanya sanksi tambahan bagi Iran yang menolak menghentikan program pengembangan nuklirnya sudah melewati proses pertimbangan dan melihat situasi yang berkembang.
Hal tersebut dikemukakan Menteri Luar Negeri Hasan Wirayuda dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa, anggota DPR dan kalangan organisasi kemasyarakatan di Gedung Pancasila, Deplu, Selasa (27/3).
Menlu berharap masyarakat dapat memahami keputusan tersebut serta tidak mengartikannya sebagai sikap mengkhianati Iran, atau langkah yang mendukung Israel serta lebih pro kepada Amerika Serikat (AS) atau Barat. "Salah satu yang menjadi pertimbangan kami adalah perubahan sikap Rusia dan China, dua negara yang sebelumnya gigih menentang sanksi atas Iran, tapi justru ikut menyusun draft resolusi," kata Wirajuda.
Menurut Hasan, jika Iran memang benar-benar mengembangkan nuklir hanya untuk tujuan damai, negara tersebut seharusnya lebih terbuka, termasuk dengan IAEA (Badan Energi Atom Internasional) dan mempertimbangkan tawaran dari Rusia. ”China dan Rusia, yang siap menyediakan tempat bagi pengembangan nuklir damai Iran, tampaknya akhirnya juga kecewa dengan sikap Iran," katanya.
Selain itu, dalam proses perundingan pun Iran cenderung lebih mementingkan perundingan dengan negara-negara besar, seperti anggota tetap DK PBB (AS, Rusia, China, Inggris, Perancis) ditambah Jerman. "Sementara Indonesia dan sejumlah negara lainnnya kurang dilibatkan dalam perundingan. Kita tentunya tidak ingin memberi dukungan buta," tambahnya.
Walau mendukung sanksi tambahan, kata Hasan, Indonesia tetap dalam posisi mengedepankan usaha untuk menghindari sanksi yang justru akan lebih memanaskan siatusi. Opsi sanksi militer tentunya akan ditentang oleh Indonesia karena hal itu bisa berbahaya bagi kawasan sekitarnya dan negara-negara di dunia.
Selain itu, Indonesia mendesak adanya keadilan dalam soal pelucutan senjata nuklir, sehingga tidak hanya menjadikan Iran semata sebagai sasaran tembak. Dalam Resolusi Nomor 1747 tersebut, ada sejumlah hal yang merupakan masukan dari Indonesia yang intinya agar faktor keadilan itu menjadi pertimbangan.
Seperti pasal yang menyebutkan desakan kepada semua negara pihak dalam perjanjian nonproliferasi nuklir agar memenuhi kewajiban-kewajibannya. Juga kalimat yang menyebutkan dorongan merealisasikan zona bebas senjata pemusnah massal di Timur Tengah. Meskipun tidak disebutkan nama-nama negaranya, dalam zona itu termasuk Israel.
Dalam pertemuan itu, Menlu juga menerima pendapat dari kalangan pers, anggota DPR dan tokoh lainnya. Di antara yang hadiri adalah Ketua Komisi I DPR, Theo Samboaga, serta anggota Komisi I DPR Joko Susilo dan Abdillah Toha .
Abdillah Toha dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dalam pertemuan tersebut mengaku ikut kecewa dengan sikap Pemerintah RI yang mendukung sanksi tambahan bagi Iran di Dewan Keamanan PBB. Kalangan DPR, kata Abdillah, umumnya juga tidak setuju dengan sikap pemerintah, yang terlihat berbeda dengan komitmen sebelumnya terhadap Iran.
© Copyright 2024, All Rights Reserved