Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Widodo AS membantah adanya status rawan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), seperti yang ramai dibicarakan belakangan ini.
“Tidak ada itu. Status Aceh itu tertib sipil sama dengan yang lain," kata Widodo AS yang juga Mendagri ad interim usai rapat kabinet terbatas yang membahas soal RUU bidang politik di Kantor Presiden Jakarta, Kamis (10/5).
Dijelaskan, Widodo, Aceh pernah ditetapkan statusnya menjadi darurat militer (pertama) pada Mei-November 2003 dan darurat militer (kedua) pada November 2003 hingga Mei 2004. Kemudian pada Mei 2004, status Aceh berubah menjadi darurat sipil.
Lantas, setahun kemudian atau pada Mei 2005, status darurat sipil telah dicabut oleh pemerintah melalui Perpres No.38/2005 tanggal 18 Mei 2005. "Perpres itu mencabut status darurat sipil dan mengembalikannya kepada penyelenggaraan pemerintahan dalam status tertib sipil. Saya ingat betul itu berlaku pada pukul 00.00 WIB tanggal 19 Mei 2005," katanya.
Soal, status propinsi yang berjuluk “serambi mekah” tersebut sempat ditanyakan oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Menurut Irwandi, status darurat sipil belum pernah dicabut sehingga status Aceh di mata dunia masih dinilai rawan. Penetapan Aceh sebagai daerah rawan itu, menurut Irwandi, tidak tepat lagi sehingga menjadi kendala utama masuknya investor ke Aceh.
Menanggapi hal itu, Widodo AS mengatakan, setiap daerah memiliki tingkat kerawanan masing-masing. "Justru dengan kewaspadaan terhadap berbagai kerawanan, potensi keamanan, dan sebagainya, kita harus mampu mengelola sehingga menjadi daerah kondusif," katanya.
Menurut dia, yang terpenting adalah bagaimana mengelola masalah yang ada sehingga bisa menciptakan atmosfir yang kondusif. Karena, katanya, atmosfir yang kondusif itu menjadi salah satu bagian yang dibutuhkan dalam rangka menciptakan iklim investasi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved