Aksi menolak Akbar Tanjung sebagai ketua DPR RI terus mengalir. Para anggota DPR terus melakukan aksi tanda tangan mendesak Akbar mundur. Inti tuntannya, atas nama moralitas dan kepatutan politik, Akbar sudah tak layak lagi memimpin lembaga legislatif setelah divonis bersalah dalam kasus penyelewengan dana non bujeter Bulog sebesar Rp 40 miliar .
Memang sejauh ini dapat dipastikan aksi menolak Akbar akan terus berlangsung. Diam-diam Amien Rais dan Fraksi Reformasi sudah ambil bagian dalam gerakan tersebut. Sementara faksi ‘reformis’ di PDIP yang dimotori orang-orang muda telah bergerak lebih dahulu bersama dengan Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB).
Bahkan Amien Rais dalam sebuah kesempatan malah terkesan mulai mengancam Akbar Tanjung. “ Kalau tandantangan menolak sudah lebih dari 150 orang, posisi Akbar berbahaya,” tandasnya pekan lalu.
Boleh saja lawan-lawan Golkar termasuk faksi internal Golkar ‘Iramasuka’ punya niat menggusur Akbar. Dikabarkan juga, faksi Sarwono Kusumaatmaja telah bergerak mempercepat tergusurnya Akbar. Tapi apakah semudah itu. Bagaimana perta pertarungan politik di DPR dan strategi yang dimainkan pendukung Akbar untuk mementahkan manuver politik itu.
Pekan lalu misalnya, serangan balik kelompok pendukung Akbar telah bergulir. Fraksi pendukung Akbar tersebut mengumpulkan tanda tangan serupa, tetapi tujuannya untuk mempersoalkan anggota DPR yang tidak disiplin.
Aksi pengumpulan tanda tangan versi FPG tersebut telah dimulai sejak Kamis (12/9) dan dimotori M Akil Mochtar, Ferry Mursydan Baldan, dan Ade Komaruddin Mohammad. Dari daftar yang diedarkan Ferry Mursydan Baldan hingga Jumat (13/9) disebut-sebut sudah terkumpul lebih dari 10 tanda tangan.
Ade Komaruddin mengakui adanya aksi pengumpulan tanda tangan itu. Namun Ade membantah jika pengumpulan tanda tangan yang digelar FPG itu sebagai serangan balik atas gerakan moral yang dilakukan rekan sejawatnya dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P) dan Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB).
"Tanda tangan ini bukan tandingan atas gerakan moral yang dimotori Mbak Dwi Ria Latifa. Tidak ada kaitannya sama sekali, tanda tangan ini tujuannya hanya untuk mengingatkan teman-teman anggota dewan agar menegakkan disiplin," tegas Ade Komaruddin. Menurut dia, FPG akan mempersoalkan anggota DPR yang kehadirannya sangat minim dalam rapat-rapat paripurna dan komisi di dewan tanpa kecuali dari fraksi mana.
Sebab, menurut Tata tertib DPR, anggota DPR yang tiga kali berturut-turut tidak hadir secara fisik dalam kegiatan rapat atau persidangan, dianggap melanggar Tatib. Rencananya, kata Ade, tanda tangan untuk menegakkan disiplin anggota DPR itu akan diserahkan ke pimpinan dewan pekan depan.
Jika memungkinkan, DPR bisa membentuk dewan kehormatan sehingga anggota dewan yang kurang disiplin bisa diberi sanksi. Menurut data yang dikeluarkan Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR, tercatat 59 dari 492 anggota DPR yang tingkat kehadirannya kurang dari 50 persen pada periode persidangan ketiga Januari 2002-Maret 2002, tahun sidang 2001-2002.
Sebanyak 59 anggota DPR sesuai laporan yang ditandatangani Wakil Ketua DPR Tosari Widjaja itu, tercatat 21 dari FPDI-P, 10 dari FPG, tujuh dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 10 orang FKB, tiga dari Fraksi Reformasi, dua dari FTNI/Polri, tiga dari Fraksi Partai Bulan Bintang (FPBB), satu dari Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia (FKKI) dan dua dari Fraksi Partai Daulatul Ummah (FPDU).
Nama-nama yang masuk dalam daftar 59 yang kehadirannya kurang dari 50 persen itu di antaranya Taufik Kiemas, Zulfan Lindan, Arifin Panigoro, Alexander Litaay, dan Mangara Siahaan (FPDI-P). Sementara dari FPG tercatat Agus Gumiwang Kartasasmita, Rambe Kamarulzaman, Idrus Marham.
Sedangkan dari FPPP tercatat AM Saefuddin dan Sofyan Usman. Dari FKB, Abdul Khalik Ahmad dan Fuad Amin Imron, dari Fraksi Reformasi, Luthfi Ahmad, dari FTNI/ Polri, Uddy Rusdilie, dari FPBB, Mawardi Abdullah, dan dari FPDU Mudahan Hazdie.
Akbar Tandjung sendiri sesuai sholat Jumat di Mesjid Baiturrahman, Komplek MPR/DPR, Jakarta, kepada wartawan menyatakan siap menghadapi berbagai tuntutan anggota DPR yang menginginkan dirinya mundur sebagai Ketua DPR. "Saya anggap ini bagian dari dinamika politik, dan bisa saja itu untuk menghancurkan citra saya," kata Akbar.
Mengenai pengumpulan tandatangan anggota DPR agar dirinya nonaktif, Akbar menilai hal itu biasa dalam proses politik, tapi semua itu harus dikembalikan kepada aturan Tata Tertib yang ada di DPR. Dikatakannya, FPG akan melakukan sejumlah langkah menyangkut aksi pengumpulan tandatangan itu, antara lain dengan mengajak seluruh anggota Dewan mengikuti aturan hukum.
Bagaimana akhir pertarungan politik di DPR. Nampaknya memang masing-masing kekuatan yang bertarung masih harus menghitung kekuatan sendiri. Apalagi memang, dalam politik tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Semua memang bermuara pada kepentingan sesaat. Dalam banyak hal, elit politik sering mengorbankan kepentingan rakyat banyak demi kepentingan politik sesaat.
Yang pasti, upaya menegakkan pemerintahan yang bersih perlu didukung oleh siapapun. Siapa yang berkuasa tak jadi soal. Dalam soal Akbar misalnya, yang terpenting bukan upaya menggusur Akbar semata, tapi lebih penting adalah membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
© Copyright 2024, All Rights Reserved