Konsumsi kedelai nasional dengan kemampuan produksi masih sangat timpang. Saat ini, Indonesia bergantung kepada impor untuk memenuhinya. Dalam upaya membantu pemerintah meningkatkan produksi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) terus melakukan riset pengembangan varietas unggul kedelai dengan memanfaatkan teknologi nuklir.
“Melalui laboratorium kami, sejak tahun 2010, kami telah merilis kedelai varietas unggul. Hingga saat ini sudah ada 12 varientas kedelai unggul yang kami ciptakan melalui teknologi nuklir. Salah satu diantaranya jenis mutiara yang sangat cocok untuk bahan pembuatan tempe,” terang Kepala Batan, Djarot Sulistio Wisnubroto, kepada politikindonesia.com di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) Batan, di Jakarta, pekan lalu.
Djarot menjelaskan, varientas kedelai mutiara dengan spesifikasi bijinya lebih besar dari kedelai biasa. Bila kedelai biasa 100 butir beratnya 17 gram. Sedangkan, 100 butir kedelai varietas Mutiara mencapai berat 23,2 gram. Oleh sebab itu, petani yang biasa menanam padi, bisa menanam kedelai ini diantara masa panen padi. Karena, biasanya dalam setahun petani mngalami dua kali panen padi.
“Jadi setelah panen pertama, bisa ditanami dengan kedelai yang berusia relatif cepat ini, sebelum memasuki masa tanam padi kedua kalinya. Maka, dengan hadirnya jenis varientas ini, petani mendapat tambahan dari panen kedelai diantara dua kali panen padi. Selain itu, Indonesia juga bisa memenuhi kebutuhan akan ketersediaan kedelai tanpa mengurangi panen padi,” paparnya.
Pihaknya berharap, dengan adanya varietas kedelai unggulan ini, dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan produksi kedelai nasional. Masyarakat yang menyukai makanan tempe atau tahu tak perlu khawatir seperti sekarang ini. Sebab bukan hanya petani yang diuntungkan dengan hadirnya varietas unggul, penyuka tempe juga akan menikmati tempe yang lebih gurih dan nikmat.
“Jika dibandingkan dengan tempe impor yang memakan waktu dari masa panen hingga tiba di Indonesia, masuk gudang, baru kemudian didistribuskan ke pasar. Pengusaha tempe lebih menyukai kedelai produk lokal. Selain lebih segar, kondisi fisik kedelainya masih sangat bagus,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pair Batan, Totti Tjiptosumirat menambahkan, Indonesia memang menjadi negara yang memiliki keunggulan dibidang pemuliaan tanaman dengan memanfaatkan teknologi nuklir. Sehingga dengan capaian tersebut banyak negara yang ingin belajar di Indonesia dalam pengembangan aplikasi teknologi nuklir bidang pertanian, khususnya pemuliaan mutasi tanaman menggunakan radiasi.
“Misalnya, kedelai hasil mutasi ini aman dikonsumsi, sama amannya dengan produk yang dihasilkan dari alam. Kami hanya mempercepat usia tanam hingga panen dengan menggunakan iradiasi sinar gamma. Iradiasi pada kedelai hanya dilakukan pada generasi pertama. Kemudian dilakukan seleksi dan pemurnian,” imbuhnya.
Selanjutnya, ulas dia, pada generasi ke empat dan ke lima dilakukan pengujian kualitas. Keunggulan varietasnya akan diketahui setelah melalui pengujian hingga generasi ke sepuluh sampai menjadi benih. Sifat radiasi sinar gamma itu hanya lewat saja, dia tidak mengendap di dalam kedelai.
“Jadi para produsen dan konsumen tempe tidak perlu khawatir dengan kedelai hasil mutasi irradiasi sinar gamma. Karena nuklir dalam sepotong tempe itu telah melalui beberapa tahap penelitian dan pengujian sebelum dilepas untuk ditanam dan dikonsumsi. Hal tersebut berbeda dengan metode transgenik yang menyisipkan gen asing. Sehingga dikhawatirkan mempunyai efek sampingan bila dikonsumsi,” tegasnya.
Sejauh ini, terangnya, melalui aplikasi teknologi nuklir, Indonesia telah menghasilkan banyak varietas unggul mutan tanaman penting. Selain kedelai, ada juga padi, sorgum, kacang hijau, kacang tanah, kapas, dan gandum tropis. Varietas unggul tanaman tersebut telah disebarluaskan dan ditanam oleh petani. Hasilnya, terbukti telah memberikan kontribusi signifikan dalam peningkatan produksi dan ketahanan pangan Indonesia.
“Kesuksesan kami yang telah melepas banyak varietas unggul mutan tanaman, kini menjadi perhatian khusus dalam mempromosikan penggunaan teknologi nuklir bagi kesejahteraan masyarakat di berbagai kalangan seperti petani, pejabat pemerintah, pelajar/mahasiswa dan akademisi,” tambahnya.
Karena keberhasilan itulah, kata dia lagi, menjadikan pihaknya sebagai tempat tujuan pelatihan internasional bagi peneliti di bidang pemuliaan mutasi tanaman. Beberapa negara yang telah mengikuti pelatihan antara lain, Bangladesh, Burkina Faso, Cambodia, China, India, Korea Selatan, LAO P.D.R, Madagascar, Malaysia, Mongolia, Mozambique, Myanmar, Namibia, Nepal, Pakistan, Philipina, Sri Lanka, Tanzania dan Vietnam.
“Jumlah tersebut dipastikan akan terus bertambah di masa mendatang. Apalagi setelah kami mendapatkan penghargaan Outstanding Achievement Award on Plant Mutation Breeding dari IAEA pada bulan September 2014 yang lalu. Kami pun ditunjuk sebagai collaborating centre di bidang plant mutation breeding yang telah ditetapkan International Atomatic Energy Agency,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved