Majelis Kasasi Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi yang diajukan Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap wisma atlet dengan terdakwa Angelina Sondakh. MA menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara dan mewajibkan Angelina membayar uang pengganti Rp12,5 miliar dan US$ 2.350. Putusan kasasi ini persis seperti tuntutan Jaksa KPK.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman 4 tahun 6 bulan terhadap Angelina. Hukuman tersebut juga diperkuat Pengadilan Tinggi Jakarta pada tingkat banding. Putusan tingkat pertama dan banding itu tidak mewajibkan Angelina membayar uang pengganti.
Kasasi ini ditangani oleh hakim Agung Artidjo Alkostar sebagai ketua dan MS Lume, dan Asikin sebagai anggota.
Kepada pers, Rabu (20/11). Artidjo menyatakan, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti melakukan penerimaan suap aktif seperti dakwaan pertama Jaksa, yakni pasal 12 huruf a UU 20 Tahun 2001 tentang Tipikor yang mempunyai ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Angelina aktif meminta imbalan uang ataupun fee kepada Mindo Rosalina Manulang sebesar 7 persen dari nilai proyek, dan disepakati 5 persen. Menurut hakim, uang itu diberikan ke Angie 50 persen pada saat pembahasan anggaran di DPR dan 50 persen setelah DIPA turun. "Itu aktifnya dia. Untuk membedakan antara Pasal 11 dengan pasal 12a. Kita ini kan menerapkan Pasal 12 a," tutur Artidjo.
Kasasi ini juga memperbaiki putusan pengadilan di tingkat sebelumnya. Artidjo menjelaskan, Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi tidak melihat pasal 17 UU Tipikor. Pasal 17 menyebutkan bahwa selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 dan 3, pasal 5-14, terdakwa juga dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18. "Jadi pasal 12 a termasuk di antara pasal 5-14 sehingga itu bisa dijatuhi pidana uang pengganti," sambungnya.
Artidjo menambahkan Pengadilan Tipikor dan Tinggi seolah-olah PN/PT tidak mau menjatuhkan uang pengganti. Karena itu uang suap itu dari Perseroan Terbatas, bukan dari keuangan negara. "Itu salah! Karena pasal 17 jelas-jelas menyebutkan terdakwa itu dapat dijatuhi pidana tambahanan sebagaimana dimaksud di dalam pasal 18. Jadi bisa dijatuhi uang pengganti," cetus Artidjo.
© Copyright 2024, All Rights Reserved