Masyarakat sering salah kaprah ketika menanggapi imbauan atau ajakan yang menyarankan agar warga Muslim memilih pemimpin yang seiman. Sebagai orang menilai ajakan itu sebagai pelanggaran SARA. Padahal, ajakan itu bukanlah hal yang SARA.
Demikisan disampaikan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta, Sumarno kepada pers, di Jakarta, kemarin. "Imbauan seperti itu bukan pelanggaran SARA. Dalam demokrasi, sah-sah saja seseorang memilih pemimpin berdasarkan agama yang diyakininya," ujar Sumarno .
Ia menambahkan, yang dikatakan melanggar SARA, adalah jika pernyataan yang disampaikan itu mengandung unsur penghinaan atau pelecehan terhadap agama, suku, atau etnis tertentu.
"Kalau sekadar mengimbau masyarakat untuk memilih pemimpin yang seiman, itu tidak masalah. Tapi kalau sudah sampai menghina, melecehkan, bahkan menyerang agama atau suku orang lain, itu baru melanggar namanya," kata Sumarno.
Sumarno menyebut, mengemukanya isu-isu SARA menjelang perhelatan Pilkada bukan barang baru di Indonesia. Fenomena semacam itu, memang rentan terjadi di tahun-tahun politik.
Sumarno enggan berkomentar, terkait pernyataan Ahok yang menyebut surat Almaidah dan kini menjadi sorotan publik. Sebagai penyelanggara Pemilu, kata dia, KPU hanya bertugas melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan persoalan administrasi kandidat, bukan menilai pelanggaran yang dilakukan kandidat.
"Kami serahkan penilaian objektifnya kepada Bawaslu. Karena mereka yang berwenang menilai apakah (ucapan Ahok) itu memenuhi unsur penghinaan SARA atau tidak. Apalagi kini juga ada laporan warga yang masuk ke Polda Metro Jaya. Biarlah penegak hukum yang menilai," kata Sumarno.
© Copyright 2024, All Rights Reserved