Walau putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap terhadap tiga anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan seorang Sekjen, para anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang masih tersisa kini berupaya membebaskan rekannya yang kini meringkuk di penjara.
Mereka memohonkan pengampunan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar pimpinan dan staf KPU yang dipidana korupsi tersebut dapat diberi amnesti.
Permohonan pengampunan ini didasarkan pada alasannya bahwa seluruh perbuatan yang dituduhkan tiga anggota dan satu orang sekjen KPU dilakukan guna menyukseskan Pemilu 2004. Permohonan itu disampaikan Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti serta anggota KPU Valina Sinka Subekti dan Chusnul Ma’riyah dalam audiensi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, kemarin.
"Kami mengharapkan perhatian pemerintah, sehingga teman-teman kami anggota KPU dan Sekjen KPU dibebaskan dari hukuman," ujar Ramlan.
Di antara sembilan anggota KPU, hanya tersisa tiga orang. Empat orang berada dalam penjara. Yakni, Nazaruddin Sjamsuddin (ketua), Mulyana W. Kusumah, Rusadi Kantaprawira, dan Daan Dimara. Mereka diadili karena persoalan korupsi. Dua lainnya, Hamid Awaluddin berhenti saat dilantik menjadi menteri hukum dan HAM serta Anas Urbaningrum mundur karena memilih menjadi aktivis Partai Demokrat.
Ramlan menyatakan, hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kepada rekannya itu, termasuk Sekjen KPU Safder A. Yusacc dan sejumlah staf KPU, tidak sebanding dengan jasa besar dalam bentuk suksesnya penyelenggaraan Pemilu 2004.
Mendengar permintaan tersebut, kata Valina, Wapres memberikan respons menggembirakan. Kalla menyayangkan hukuman yang dijatuhkan pengadilan tidak mempertimbangkan jasa-jasa anggota KPU dalam menyelenggarakan pemilu.
"Beliau menyampaikan simpati kepada anggota KPU pusat dan daerah. Beliau juga akan membicarakan hal itu (pemberian amnesti, Red) dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Beliau juga bertanya kenapa justru para cendekiawan yang dipenjara, tapi penjarah BLBI dibiarkan bebas," ungkapnya.
Valina menyatakan, kebijakan pimpinan KPU untuk menunjuk langsung pengadaan logistik pemilu merupakan upaya untuk menyelenggarakan pemilu tepat waktu. Dengan penyelenggaraan pemilu yang tepat waktu, tidak terjadi kekosongan pucuk pemerintahan akibat masa jabatan presiden berakhir sebelum MPR hasil pemilu menetapkan pemimpin nasional yang baru.
"Penunjukan langsung juga dibenarkan dalam Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, terutama untuk kepentingan negara yang sangat mendesak," ujarnya.
Menurut Valina, tidak mudah menyelenggarakan pemilu di negara kepulauan berpenduduk besar dengan geografis kompleks seperti Indonesia. Apalagi, pemilu bersifat nasional dan harus dilaksanakan serentak pada jam yang sama.
Valina menuturkan, tiga anggota KPU yang tersisa saat ini masih trauma atas proses hukum terhadap teman-temannya, sehingga belum memutuskan apakah akan mendaftarkan diri menjadi anggota KPU 2007-2012.
Dirinya dan Ramlan memang mengaku telah mengambil formulir pendaftaran calon anggota baru KPU. Namun, hingga kemarin, mereka belum memutuskan mengembalikan formulir pendaftaran ke panitia seleksi anggota KPU di Depdagri. "Banyak pertimbangan. Terutama pengalaman traumatis setelah bekerja keras dengan baik untuk bangsa dan negara, kami memperoleh perlakuan yang menurut kami sangat buruk," tegas Valina.
Di tempat terpisah, pakar hukum pidana Universitas Indonesia Rudy Satrio mengungkapkan, pemberian amnesti sah-sah saja dilakukan Presiden. Pasal 14 UUD 1945 yang mengatur hak-hak prerogatif presiden juga memberi kesempatan untuk itu. "Pertanyaannya, apa alasan yang tepat pemberian amnesti tersebut?" ujarnya kepada Jawa Pos.
Jika alasannya hanya faktor traumatis, hal itu dianggap tak berdasar. Lain lagi jika latar belakang pemberian amnesti tersebut adalah hukuman bagi para anggota KPU itu sudah cukup menjadi pelajaran untuk para anggota KPU mendatang. "Jadi, anggota KPU mendatang lebih memperhatikan isi aturan yang ada dan berani menolak daripada kemudian menerima sanksi hukum sebagai pertanggungjawaban," jelasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved