Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengapresiasi putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yang menjatuhkan sanksi pada dua produsen sepeda motor terkenal di Indonesia, yaitu Yamaha dan Honda.
Sebelumnya, Majelis Komisi KPPU memutus perkara polemik dugaan praktik kartel yang membelit dua pabrikan motor terbesar di Tanah Air, Yamaha dan Honda. Putusan dibacakan setelah 8 bulan sidang digelar.
Secara bulat, Majelis Komisi KPPU memvonis PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT Astra Honda Motor bersalah. Karena terbukti melakukan praktik culas, dan kongkalikong dalam menetapkan harga sepeda motor jenis skuter matik 110-125cc di Tanah Air. Yamaha-Honda kemudian diganjar hukuman membayar denda kepada negara dengan besaran berbeda. Yamaha didenda Rp25 miliar, sementara Honda Rp22,5 miliar.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengungkapkan, putusan tersebut menjawab pertanyaan konsumen di Indonesia, mengapa mereka harus membayar lebih mahal dibandingkan konsumen sepeda motor di negara lain, untuk produk yang sama.
"Karena itu, YLKI mendesak kepada produsen kendaraan bermotor matik, agar segera melakukan koreksi harga, atau menurunkan harga jual, sesuai dengan kisaran harga yang ditetapkan oleh KPPU," kata Tulus di Jakarta, Selasa (21/02).
Tulus mengatakan, YLKIjuga mendesak DPR untuk segera melakukan pembahasan revisi UU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha, guna mengakomodir indirect evidence dalam pembuktian dugaan kasus kartel, dan menjadikan praktik kartel sebagai tindak pidana kejahatan.
YLKI juga mendesak KPPU untuk mengendus dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat di sektor komoditas lainnya.
"Yang sangat merugikan konsumen dan selama ini belum tersentuh dan dibongkar oleh KPPU," katanya.
Majelis Komisi KPPU memvonis PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT Astra Honda Motor bersalah. Majelis Komisi KPPU membeberkan, Yamaha-Honda terindikasi saling rangkul, sekongkol mengatur harga demi mendapatkan keuntungan besar. Dalam istilah bisnis, perilaku ini disebut kartel. Di mana, hal ini dilakukan untuk mencegah kompetisi, monopoli, dan saling mendapatkan keuntungan.
Yamaha-Honda dianggap telah mengangkangi Pasal 5 ayat 1 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pasal itu menyebut, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen pada pasar bersangkutan yang sama.
"Terlapor satu (Yamaha) dan dua (Honda) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 ayat 1 UU Nomor 5 Tahun 1999," kata Ketua Majelis Komisi KPPU, Tresna Priyana Soemardi, saat membacakan putusan, di Kantor KPPU, Jakarta Pusat, Senin (20/02) lalu.
Dasar yang dipakai Majelis Komisi KPPU memutus bersalah Yamaha-Honda terkait dengan adanya bukti soal perjanjian kerja sama, pertemuan antarpejabat tinggi di lapangan golf dan adanya bukti surat elektronik pada 28 April 2015, dan 10 Januari 2015.
Anggota Majelis Komisi KPPU, Munrokhim Misanam, mengungkapkan, pada 10 Januari 2015, ada surat elektronik yang dikirim Yutaka Terada yang saat itu menjabat sebagai Direktur Marketing YIMM kepada Dyonisius Beti selaku Vice President Direktur YIMM. Majelis menilai surat elektronik itu merupakan komunikasi resmi yang dilakukan antarpejabat tinggi YIMM.
"Mengingat pengirim dan penerima e-mail serta media yang digunakan yaitu e-mail resmi perusahaan, maka majelis komisi tidak serta-merta mengabaikan fakta itu sebagai alat bukti," kata Munrokhim.
© Copyright 2024, All Rights Reserved