Persetujuan internasional yang bertujuan mencegah penculikan mulai diberlakukan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada Kamis (23/12). Konvensi Internasional untuk Melindungi Orang dari Penghilangan Paksa, yang telah dicanangkan oleh Majelis Umum PBB sejak 2006 itu kini menjadi peraturan, menyusul ratifikasi oleh Irak dan Brasil bulan lalu. Konvensi itu melampaui angka minimal ratifikasi, yaitu 20 negara.
Komisi Tinggi HAM PBB mengatakan konvensi tersebut mengharuskan 87 negara penanda tangan untuk menghukum pejabat pemerintah atau badan berkaitan dengan negara yang bertanggung jawab atas penghilangan paksa dan memberi kompensasi para korban. Bila penculikan digeneralisasi atau sistematis, maka menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kelompok HAM menyambut baik pemberlakukan ini. Olivier Dubois dari Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mengatakan, ini sebagai pencapaian penting dalam perjuangan terhadap penyebab kengerian dan penderitaan tak tergambarkan pada ratusan ribu orang di seluruh dunia. “Konvensi ini tentu akan mengkontribusikan perlindungan lebih besar terhadap penghilangan paksa," ucap dia.
Sejumlah negara yang bergabung, ujar Olivier, diharuskan mengimplementasikan dalam hukum nasionalnya. Mereka harus mempraktekkan dan menjadikan penghilangan paksa sebagai pelanggaran berdasarkan hukum kriminal nasional mereka.
Sementara penasihat hukum senior di Human Rights Watch (HRW), Aisling Reidy, mengatakan, penghilangan paksa menyebabkan kekejaman tak tertahankan, tak hanya kepada korban, tetapi juga pada anggota keluarga.
"Berlakunya traktat bersejarah ini sangatlah penting, tetapi untuk menghentikan praktek penculikan, setiap negara harus mengakui bahwa mereka tidak boleh menculik orang dan menyembunyikan mereka," papar dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved