Tampaknya persoalan sumbangan dana bagi partai politik akan terus menjadi wacana publik. Betapa tidak. Usulan pembatasan sumbangan dana kampanye pemilihan umum (pemilu) seperti yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang diajukan pemerintah, ditolak oleh empat fraksi di DPR. Fraksi-fraksi yang menolak itu menilai, transparansi lebih penting daripada pembatasan.
Demikian yang mengemuka dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) Pemilu yang dipimpin Teras Narang dan dihadiri Mendagri Hari Sabarno mewakili pemerintah, di Gedung DPR, Jakarta, awal pekan ini. Penolakan tersebut disampaikan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP), Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Fraksi Reformasi dan Fraksi Partai Bulan Bintang (FPBB).
Politisi dan anggota dewan Hamdan Zoelva dari FPBB mengatakan, tidak perlu ada pembatasan dana kampanye. Yang penting diatur adalah keterbukaan parpol melaporkan penggunaan dana kampanye dengan jelas termasuk sumber-sumbernya. Pendapat tersebut didukung Samuel Koto dari Fraksi Reformasi, Ali Masykur Musa dari FKB, Alihardi Kiai Demak dari FPPP dan Agun Gunandjar Sudarsa.
Menurut Ali Masykur, sumbangan atau pun bantuan dalam bentuk partisipasi orang atau badan terhadap parpol yang akan kampanye tidak perlu diatur secara detail. Dalam Pasal 111 Ayat (2) RUU Pemilu yang disampaikan pemerintah ke DPR disebutkan, "Sumbangan dana kampanye pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari perseorangan tidak boleh melebihi Rp 50 juta dan badan hukum swasta tidak boleh melebihi Rp 500 juta."
Agun Gunandjar dari FPG justru mempertanyakan Pasal 111 Ayat (2) tersebut sebagai tidak berdasar. Alasannya, pembatasan dana sumbangan untuk kampanye hanya akan mendorong orang untuk akal-akalan dan mencari celah.
Di luar empat fraksi yang menolak, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P), Fraksi TNI/Polri dan Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia (FKKI) sependapat dengan pemerintah mengenai perlunya pembatasan dana sumbangan untuk kampanye itu. "Kalau tidak dibatasi, akan sangat berbahaya karena bisa saja parpol dikendalikan oleh orang yang merasa banyak sumbangannya sehingga parpol tidak lagi menjadi agregasi aspirasi masyarakat," tegas Rusman Lumban Toruan dari FPDI-P.
Senada dengan itu, Tjetje Hidayat Padmadinata menegaskan, selain transparansi, perlu ada pembatasan dana sumbangan kampanye. Dia mengkhawatirkan, kalau tidak dibatasi, parpol bisa lebih kapitalis dari kapitalis karena kepentingannya didominasi oleh orang-orang kaya. "Bukan hanya tidak sehat, tapi jahat bagi perkembangan demokrasi. Di Amerika Serikat (AS) saja ada pembatasan dana sumbangan kampanye," ujar Tjetje.
Masalah kejelasan sumber dana sumbangan juga menjadi sorotan. Alihardi Kiai Demak dari FPPP mengatakan, tidak perlu dipersoalkan dari mana sumber dana kampanye tersebut, karena ada yang menyumbang tetapi tidak mau diketahui publik.
"Partai kami banyak menerima sumbangan dari orang yang identitasnya tidak mau diketahui publik. Dalam pemilu lalu misalnya ada juga dari kalangan TNI yang menyumbang ke kami, tapi tidak menghambat kariernya, dia minta tidak disebut namanya dan cukup disebut dari hamba Allah." tuturnya. Namun, mayoritas fraksi dalam rapat Pansus tersebut tetap menginginkan adanya transparansi mengenai sumber dana baik bagi parpol maupun untuk pemilu.
Semua fraksi kecuali FPPP sependapat dengan pemerintah mengenai larangan menerima sumbangan dari pihak asing atau sumber tidak jelas. Mendagri Hari Sabarno mengatakan, larangan itu semata dimaksudkan untuk mempermudah tugas akuntan publik ketika mengaudit dana kampanye parpol.
© Copyright 2024, All Rights Reserved