Seorang pemerhati politik tampak kesal dengan perilaku politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang kini menjadi pembicaraan publik.
Hal itu menyusul sikap PDIP yang tadinya menolak pembentukan Pansus {Bulogate} II dan pada saat terakhir sebagian besar anggota PDIP memilih abstain dalam sidang paripurna DPR RI awal pekan ini.
Padahal, kata Syamsudin Harris dari LIPI, dengan menyatakan abstain dalam voting pembentukan Panitia Khusus (Pansus) {Bulogate} II, PDI Perjuangan sebenarnya masuk dalam perangkap politik.
Karena dengan begitu PDI-P menjadi muara kekecewaan publik, meskipun partai lain, termasuk partai-partai Islam juga menolak. Sementara Partai Golkar dan Akbar Tanjung secara cerdik memanfaatkan momentum dan kepolosan PDIP untuk lolos dari skandal memalukan itu.
Di sisi lain, memang, PDIP sebenarnya terjebak oleh sikap partai lain yang juga menyatakan menolak. Dan nampaknya sejak awal memang partai-partai yang menolak itu memang ingin menjebak PDIP. Tujuannya, merusak citra PDIP berkaitan dengan persaingan di Pemilu 2004 nanti.
Ironisnya, PDIP dan terutama elit PDIP (Megawati) seolah tidak menyadari hal ini dan lebih mengutamakan kepentingan politik jangka pendek. Megawati tampaknya lebih mementingkan rasa aman sebagai presiden dalam menyampaikan laporan tahunan di Sidang Tahunan MPR. Sehingga dagang politik dan konspirasi busuk pun dilakukan. Tak peduli dengan Akbar dan Golkar sekalipun.
Di dalam tubuh PDIP sendiri sulit diraba apa yang terjadi. Fraksi PDIP di DPR cenderung menolak pembentukan Pansus {Bulogate} II dengan cara abstain. Padahal sebelumnya DPP PDIP dengan tegas menolak. Mungkin saja ini adalah protes terhadap DPP dan juga terhadap Megawati. Tapi bisa juga ini merupakn trick untuk menyelamatkan muka PDIP saja.
Sikap mementingkan politik jangka pendek memang menonjol pada Mega dan PDIP. Lihat saja. Megawati mendukung penuh majunya kembali Sutiyoso sebagai calon Gubernur DKI Jakarta periode 2002-2007. Nampak jelas, dukungan itu karena kepentingan jangka pendek PDI-P dan terutama Megawati.
Boleh jadi, cara-cara yang digunakan Megawati untuk mempertahankan kekuasaan mirip yang dilakukan Soeharto di masa Orde Baru. Setidaknya hal itu terlihat dari sikap PDIP atas pembentukan Pansus {Bulogate} II dan pencalonan Sutiyoso sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.
Lebih jauh lagi. Gagalnya pembentukan Pansus memperlihatkan secara jelas dan terbuka bahwa semua partai di parlemen takut aib mereka terbongkar. Para politisi itu lebih mementingkan upaya mengamankan posisinya masing-masing.
© Copyright 2024, All Rights Reserved