Fluktuasi harga komoditas cabai dan bawang merah masih menjadi salah satu permasalahan yang menyebabkan inflasi. Mahalnya harga komoditas itu selalu dihubungkan dengan masalah iklim yang mengakibatkan produksi menurun. Sedangkan, masalah lain adalah harga di tingkat pedagang dan rantai distribusi yang masih panjang.
"Sudah menjadi tradisi setiap bulan Januari hingga Maret harga komoditas tersebut selalu mahal. Hal itu selalu dikaitkan dengan musim hujan sehingga produksi menurun. Oleh sebab itu, kami sejak setahun lalu sudah mengembangkan bawang merah dan cabai varietas amfibi. Produktifitas varietas ini diklaim tetap tinggi di semua musim, baik hujan maupun musim kemarau," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Syakir kepada politikindonesia.com di Kantor Balitbang Kementan Jakarta, Selasa (22/03).
Menurutnya, tidak benar alasan harga bawang merah dan cabai naik karena produksi menurun. Justri produksi komoditas tersebut saat ini surplus. Dari data produksi Kementan yang mengacu pada luasan tanam saat ini, produksi cabai rawit untuk bulan Maret sebesar 78.889 ton dengan kebutuhan 53.810 ton, cabai merah besar produksi 101.005 ton dengan kebutuhan 75.762 ton, serta bawang merah produksi 90.133 ton dengan kebutuhan 80.070 ton.
"Untuk itu kami akan menyelesaikan permasalahan ini secepatnya, karena faktanya di daerah pasokannya masih banyak. Maka kami berharap dengam adanya tanaman cabai dan bawang merah amfibi ini masalah mahalnya harga komoditas itu bisa segera teratasi," ujarnya.
Dijelaskan, varientas unggulan ini memiliki produktivitas lebih tinggi dari rata-rata produksi bawang dan cabai nasional. Karena varietas amfibi ini sudah diujicoba, hasilnya tahan terhadap segala musim. Selain itu, produktivitas bawang merah amfibi ini cukup tinggi yakni di atas 20 ton per hektare (ha), jauh di atas rata-rata produksi bawang merah sekitar 12 ton per ha.
"Kami mengembangkan varietas bawang unggulan ini untuk meningkatkan produksi nasional. Bawang merah unggulan jenis Sembrani, misalnya memiliki tingkat produktivitas 24,4 ton per ha. Varietas lain seperti varietas Maja dan Trisula yang sudah dikembangkan juga tahan hujan dan musim kemarau dengan produktivitas di atas 20 juta ton per ha," paparnya.
Sedangkan untuk cabai, lanjutnya, varietas Kencana dengan produksi mencapai 22,9 juta ton per hektar, Ciko 20,5 ton per ha, Rawit Prima 20,25 ton per ha, dan Rabani dengan produktifitas 13,4 ton per ha. Sayangnya, distribusi benih-benih varietas unggul itu masih sangat terbatas hanya pada kelompok tani tertentu, sehingga penyebarannya belum marak.
"Kami memang belum bisa memproduksinya secara masal untuk semua petani di Indonesia. Saat ini, kami baru bisa membagikan secara gratis ke petani yang kami bina. Tapi tidak semua dibagikan secara gratis. Kami jual tapi tidak untuk dikomersilkan. Karena kami bagikan benih gratis untuk ditangkarkan dan bukan disebar langsung," imbuhnya.
Sementara itu, katanya lagi, untuk petani di luar kelompok tani binaan, benih varietas unggul ini bisa diperoleh di Balitbang Propinsi dan Taman Tekhnologi Pertanian (TTP) yang ada di daerah-daerah. Karena apabila itu merupakan program pemberdayaan akan diberikan beberapa secara gratis.
"Jika memang ada yang berminat, benih ini juga akan kami jual. Tapi benih yang kami bagikan buat petani penangkar, bukan buat disebar langsung," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved