Pemerintah Indonesia mengajukan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia, WTO, terkait kebijakan Australia yang mewajibkan kemasan polos pada semua produk tembakau. Aturan ini dianggap melanggar ketentuan perdagangan internasional.
Dengan mewajibkan semua produk tembakau, menggunakan kemasan polos, maka Australia dituding telah melanggar pasal XXIII dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994.
Selain itu, kebijakan Australia juga dianggap bertentangan dengan 3 ketentuan WTO, yakni Understandings on rules and procedures governing the settlement of dispute; agreement on trade-related aspects of intellectual property rights; dan agreement on technical barriers to trade.
Gugatan ini bukan diajukan Indonesia. Negara-negara produsen rokok lainnya, seperti Honduras, Republik Dominika, Ukraina dan Kuba, juga ikut mengadukan Australia ke WTO.
Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Bachrul Chairi, mengatakan, kebijakan yang diterapkan Australia sejak 1 Desember 2012 itu telah merugikan Indonesia. Pembicaraan bilateral terkait masalah ini menemui jalan buntu. Pengaduan ke WTO sebagai langkah terakhir yang harus ditempuh.
“Proses litigasi di WTO ini ditempuh setelah upaya pendekatan bilateral yang dilakukan Indonesia tidak membawa hasil,” kata Bachrul, di Jakarta, Selasa (14/10).
Selain Australia, beberapa negara lain yakni Selandia Baru dan Irlandia juga berencana menerapkan kebijakan serupa dengan Australia.
“Kasus ini lebih dari sekadar sengketa bisnis karena menyangkut masalah prinsip dalam tata perdagangan dunia. Hal ini yang membuat banyak negara anggota WTO tertarik untuk berpartisipasi sebagai pihak ketiga,” tegas Bachrul.
Indonesia adalah penghasil produk tembakau terbesar ke enam dan penghasil daun tembakau terbesar ke-13 di dunia. Industri rokok menyerap tenaga kerja lebih dari 6 juta jiwa.
© Copyright 2024, All Rights Reserved