Perpolitikan di Indonesia, awal 2003 ini nampak bakal memanas lagi. Indikasinya mulai terlihat dengan terbentuknya Kaukus DPR/MPR untuk Penyelamatan Bangsa oleh sejumlah politikus di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hari Senin (6/1) yang lalu.
Kaukus ini antara lain beranggotakan Meilono Soewondo (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan/F-PDIP), Marwah Daud Ibrahim (Fraksi Partai Golkar/F-PG), Lukman Hakim Saifuddin (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan/F-PPP), Ali Masykur Musa (Fraksi Kebangkitan Bangsa/ F-KB), dan Alvin Lie (Fraksi Reformasi). Salah satu penggagas kaukus ini adalah Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie.
Terbentuknya kaukus ini merupakan bentuk kekecewaan sejumlah anggota DPR terhadap pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Pemerintahan Megawati dianggap tidak berdaya menghadapi berbagai persoalan di dalam negeri dan tekanan dari luar negeri.
“Produk-produk pemerintah selama pemerintahan Megawati Soekarnoputri selalu mendapat legitimasi dari DPR. Tidak ada kontrol yang maksimal dari DPR, termasuk munculnya sejumlah undang-undang yang tidak relevan dengan kepentingan rakyat," kritik Muhaimin Iskandar dari Fraksi Kebangkitan Bangsa.
Sementara dugaan bahwa kaukus ini sebagai bagian dari skenario besar untuk menjatuhkan Presiden Megawati ditepis Amien Rais dari PAN. Menurut Amien yang juga Ketua MPR lahirnya Kaukus DPR/MPR untuk Penyelamatan Bangsa benar-benar untuk memperbaiki keadaan, karena itu ia mendukungnya.
Dalam kaitan itulah, Amien meminta orang untuk tidak mencurigai pembentukan kaukus itu sebagai upaya untuk menggulingkan pemerintahan. Alasannya, dengan adanya Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah tidak lagi sedemikian mudah untuk digulingkan atau dilengserkan.
Amien mengharapkan kepada semua pihak agar tidak menjadi paranoid atau memiliki rasa takut yang berlebih-lebihan. Ini dikaitkan dengan pernyataan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono sehari sebelumnya, yang mensinyalir adanya gerakan radikal yang melibatkan massa dan bertujuan menjatuhkan pemerintahan.
Diakuinya, koreksi tidak hanya dilakukan pada pemerintah, tetapi juga pada DPR. Amien menilai sebagian anggota DPR pun telah terkena "karat" kolusi, korupsi dan nepotisme. Itu semua bisa terjadi akibat koneksi yang erat antara eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. "Jadi kenapa banyak keputusan yang memble (payah) dan tidak berpihak pada rakyat, itu karena sebagian wakil rakyat sudah lupa pada rakyat dan berpihak pada pemerintah," tandasnya.
Benarkah demikian? Pengamat politik dari {Centre for Strategic and International Studies} (CSIS), J Kristiadi punya penilaian lain. Kaukus ini punya kemiripan dengan pola pembentukan kaukus serupa menjelang kejatuhan pemerintahan Abdurrahman Wahid. "Saat itu, kan, kesalahan Gus Dur mengeluarkan dekrit menyebabkan semua orang mendukung langkah mereka," ujar Kristiadi.
Menurut J Kristiadi, kaukus tersebut hanyalah dagelan (lawakan) politik belaka. "Saya kira, ini hanya manuver-manuver politik yang sangat oportunistik untuk kepentingan pribadi mereka saja. Seakan-akan mereka itu pahlawan," katanya.
Ia menambahkan, mereka melakukan itu untuk memperoleh popularitas saja dengan mengatasnamakan membela rakyat. "Kan mereka juga ikut terlibat dalam proses lahirnya kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, TDL, dan tarif telepon," ujarnya.
Apabila mereka ingin membentuk kaukus, kata Kristiadi, sebaiknya diselamatkan dulu fraksinya. Artinya, mereka harus menjalankan tugas-tugas DPR secara konsisten. Apabila mereka memang menolak kebijakan pemerintah karena memberatkan rakyat, seharusnya dari awal sudah menyatakan itu. Selain itu, orientasi dan kepekaan mereka terhadap aspirasi masyarakat juga diragukan.
Kristiadi mengatakan, anggota DPR yang mendeklarasikan kaukus tersebut harus membentuk fraksi sendiri dan keluar dari partainya. Hal itu akan memperlihatkan sejauh mana keseriusan mereka membentuk kaukus tersebut.
"Ini kan lucu, menjadi seperti dagelan saja. Selama ini mereka selalu bertemu dan berurusan dengan eksekutif, kok, tiba-tiba memunculkan kaukus, seolah-olah tidak mengerti apa yang dilakukan teman-temannya di fraksi," kata dia.
Selain itu, apabila kaukus tersebut memiliki target menjatuhkan Megawati, maka DPR harus mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada masyarakat. Sebab, masyarakat akan menilai DPR turut merusak proses pembangunan institusi.
Namun, Kristiadi meragukan dukungan DPR terhadap kaukus tersebut. Ia meyakini, kalangan partai politik lebih menginginkan tidak ada pergantian pemerintah hingga Pemilu 2004 nanti.
"Karena, hal tersebut akan sangat mengganggu dan merusak proses pergantian kekuasaan yang wajar," ujar Kristiadi. Selain itu, dia menengarai, pembentukan kaukus tersebut memanfaatkan kondisi psiko-politik masyarakat untuk kepentingan pribadi mereka. Hal ini menunjukkan bahwa orientasi anggota DPR saat ini hanyalah kekuasaan politik saja
Sementara penolakan kaukus muncul juga di kalangan partai politik. Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PBB MS Kaban mengatakan, PBB tidak ingin "air yang sudah keruh ini menjadi lebih keruh" karena pembentukan kaukus ini. "Kalau situasi sekarang ini bisa dilalui dengan baik, maka pemulihan ekonomi akan baik. Kami belum menganggap kehadiran kaukus itu perlu. Kita lihat kalau bisa suasana keruh itu diendapkan dulu," kata anggota Komisi IX DPR itu.
Kaban meminta jika memang ada masalah dari pemerintahan sekarang, maka difokuskan dulu pada masalah tersebut. Misalnya, jika masalahnya adalah kenaikan harga, maka penyelesaiannya difokuskan pada penyelesaian kenaikan harga tersebut.
"Tidak perlu dikait-kaitkan dengan pergantian kekuasaan. Kita harus membiasakan pergantian kekuasaan melalui mekanisme demokratis di pemilihan umum. Namun, pemerintah jangan menganggap sepi aspirasi masyarakat," tandas Kaban.
© Copyright 2024, All Rights Reserved