Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI yang berlangsung Selasa (13/3) memutuskan tidak akan mengagendakan persoalan penyelesaian tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (TSS) ke Rapat Paripurna pada 20 Maret nanti. Ini berarti, penyelesaian kasus TSS akan tertutup dengan sendirinya dan kembali ke rekomendasi Pansus sebelumnya.
Keputusan tersebut didukung oleh enam fraksi yakni F-Golkar, F-Demokrat, F-PPP, F-PKS, Fraksi Partai Bintang Reformasi dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi. Sedangkan empat fraksi lainnya yakni F-PDIP, F-PKB, F-PAN dan F-PDS mendesak dan mendukung agar persoalan penyelesaian tragedi TSS dibahas di Rapat Paripurna.
Kejelasan tertutupnya penyelesaian tragedi TSS juga ditegaskan Ketua DPR RI Agung Laksono usai memimpin rapat Bamus di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (13/3). ”Bisa dikatakan seperti itu,” ujar Agung kepada wartawan.
Alasannya, Agung menyatakan bahwa keputusan Pansus TSS sebelumnya menjadi alasan yang kuat kenapa kasus TSS ini tidak dibawa ke Rapat Paripurna. Pada tahun 2001, Pansus TSS telah menyimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran berat HAM dalam kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II. Pansus juga merekomendasikan agar penyelesaian kasus ini melalui proses yang sedang berjalan di pengadilan umum atau pengadilan militer.
”Keputusannya seperti itu dan itu belum pernah dibatalkan. Kita tidak ingin terputus dan membuat agenda baru. Biarlah itu berjalan sesuai rekomendasi Pansus waktu itu. Orangnya saja masih ada kok,” ujar Agung lebih jauh.
Alternatif lain dalam penyelesaian TSS, menurut Agung masih terbuka, bahkan Agung menyatakan Kejaksaan Agung bisa mengambil alih kasus tersebut. ”Bisa saja, Jaksa Agung mengambil alih, silahkan saja,” kata Agung .
Fahri Hamzah anggota Bamus dari F-PKS mendukung pendapat Agung. ”PKS tidak setuju jika kasus TSS dibawa ke Rapat Paripurna. Itu sama artinya akan membuka masalah dan tema baru yang belum disepakati. Kita juga akan kembali ke rekomendasi Pansus sebelumnya. Saya kira itu yang terbaik,” kata Fahri.
Sementara itu, Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan dari F-PDIP menyatakan kecewa berat terhadap keputusan Bamus. ”Jujur saya kecewa berat dengan hasil Bamus seperti ini. Dua tahun Komisi III bekerja ternyata hanya dimentahkan dengan keputusan seperti ini,” kata Trimedya dengan nada kecewa.
Trimedya juga mengakui bahwa rekomendasi Pansus TSS yang dipimpin oleh Panda Nababan yang juga dari F-PDIP tahun 2001 mengecewakan keluarga korban tragedi TSS. Namun, ”Hasil Bamus hari ini akan menambah kecewa mereka,” ujar Trimedya.
[Kronologis Proses Hukum]
Proses hukum terhadap tragedi TSS telah dilakukan oleh Pengadilan Mililter. Pengadilan Militer untuk kasus Trisakti yang digelar pada 1998 menjatuhkan putusan kepada 6 orang perwira pertama Polri. Sementara pada 2002 pengadilan militer menjatuhkan hukuman kepada 9 orang anggota Gegana/Resimen II Korps Brimob Polri. Tahun 2003 pengadilan militer juga menggelar persidangan bagi pelaku penembakan pada peristiwa Semanggi II hingga kini belum jelas hasilnya.
Tak puas akan proses hukum tersebut, mahasiswa dan keluarga korban mendesak DPR untuk mengambil alih kasus tersebut. Atas desakan tersebut akhirnya DPR membentuk Pansus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (TSS) pada 2000, yang bertugas melakukan pemantauan proses penyelesaian kasus tersebut. Pada 2001, Pansus TSS yang dipimpin Panda Nababan dari F-PDIP menghasilkan rekomendasi bahwa dalam tragedi TSS tidak ditemukan pelanggaran HAM berat.
Rekomendasi Pansus tersebut ternyata digunakan oleh Babinkum TNI beserta kuasa hukum sejumlah perwira TNI untuk menolak pemanggilan penyelidikan Komnas HAM. Begitu juga Jaksa Agung menolak menindaklanjuti proses penyidikan tragedi TSS berdasarkan rekomendasi Pansus tersebut.
Hingga akhirnya, kasus ini kembali mengemuka di kalangan anggota dewan bersamaan dengan usulan pembentukan Pansus untuk menangani penyelidikan peristiwa penghilangan orang secara paksa periode 1997-1998. Komisi III merekomendasikan agar pimpinan DPR mengirim surat ke presiden agar membentuk pengadilan HAM untuk kasus TSS.
Namun, dalam Rapat Paripurna DPR RI yang digelar Selasa (27/2) lalu, disepakati bahwa untuk kasus TSS dikembalikan ke Bamus. Sedang Pansus untuk menangani penyelidikan peristiwa penghilangan orang secara paksa periode 1997-1998 tetap dibentuk.
Akhirnya dalam rapat Bamus yang berlangsung awal Maret lalu, sebanyak 5 fraksi menolak kasus TSS ini dibahas di Rapat Paripurna pada 13 Maret. Karena posisinya berimbang, maka diputuskan kasus TSS dibahas di rapat konsultasi pimpinan fraksi. Hasilnya, lag-lagi kasus TSS ini dikembalikan ke Bamus. Dan, hasil rapat Bamus Selasa (13/3) memutuskan tidak mengagendakan penyelesaian kasus TSS dibahas di Rapat Paripurna pada 20 Maret mendatang.
© Copyright 2024, All Rights Reserved