Lain pandangan menteri, lain pula pandangan Presidennya. Itulah yang tergambar dari sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai pelonggaran syarat remisi bagi narapidana korupsi yang diwacanakan menterinya, Yasonna H Laoly. Jokowi menyebut, secara pribadi dirinya tak setuju napi koruptor dapat remisi.
Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat wawancara dengan sebuah radio swasta, seperti dikutip laman Sekretariat Kabinet, Selasa (17/03).
Jokowi menyebut perang terhadap korupsi harus tetap dilaksanakan. Ia optimistis hal ini bisa dilakukan, meskipun pada prakteknya konsolidasi antar penegak hukum bukanlah hal yang mudah.
Terkait pemberian remisi bagi koruptor itu yang diwacanakan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Jokowi punya pandangan berbeda. “Kalau dari saya ngga usah aja dikasih remisi,” tegasnya.
Jokowi juga membantah anggapan adanya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dikatakan Jokowi, KPK tidak lemah. Ia justru telah meminta jajaran Polri untuk menambah penyidik di KPK, dan mendorong untuk segera dipilih Panitia Seleksi (Pansel) pemilihan pimpinan KPK yang baru. “Saya mendorong Pansel agar segera memilih pimpinan KPK yang baru,” tegas Jokowi.
Sementara itu menyinggung masalah eksekusi hukuman mati bagi narapidana narkoba, Presiden Jokowi mengajak semua pihak melihat fakta ada 4,5 juta generasi muda dalam proses rehabilitasi, dimana 1,2 juta di antaranya sudah tidak bisa direhabilitasi. “Betapa jahatnya pengedar narkoba, bagi saya memang tidak ada pengampunan bagi bandar atau pengedar narkoba,” tegas Jokowi.
Presiden menilai wajar ada negara yang ingin melindungi warganya yang terancam eksekusi mati karena ia menolak memberikan grasi bagi narapidana narkoba. Namun Presiden mengingatkan, bahwa masalah masalah eksekusi bagi terpidana mati narkoba itu adalah kedaulutan hukum Indonesia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved