Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim menolak nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan terdakwa Miryam S Haryani. Jaksa meminta hakim melanjutkan pemeriksaan pokok perkara dugaan keterangan palsu pada sidang kasus korupsi e-KTP tersebut.
Tanggapan atas eksepsi terdakwa tersebut dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (31/07).
“Kami memohon kepada majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini berkenan memutuskan, menolak eksepsi atau keberatan yang diajukan penasihat hukum terdakwa Miryam," kata jaksa.
Jaksa membantah argumen Tim penasihat hukum Miryam yang menganggap perkara ini adalah ranah peradilan umum. Jaksa menyebut anggapan itu hanya tafsiran sepihak pengacara Miryam.
Jaksa menyamkini surat dakwaan atas Miryam telah memenuhi syarat formal dan syarat materil sebagaimana ditentukan dalam pasal 143 ayat 2 huruf a dan huruf b KUHAP dan secara hukum sah untuk dijadikan sebagai dasar pemeriksaan dan mengadili perkara pidana atas nama Miryam.
Menurut jaksa KPK, adanya ketentuan penambahan pasal 64 ayat 1 KUHP dalam dakwaan tidak membatalkan surat dakwaan karena pasal tersebut bukan ketentuan yang mengatur tindak pidana tersendiri.
Jaksa berharap Majelis hakim mengeluarkan putusan sela yang menyatakan, perkara dilanjutkan. "Menyatakan sidang pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi dengan terdakwa Miryam dilanjutkan berdasarkan surat dakwaan penuntut umum," ujar Jaksa.
Sekedar informasi, Miryam didakwa memberikan keterangan palsu dalam persidangan perkara dugaan korupsi e-KTP. Miryam, menurut jaksa, dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dengan cara mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidikan.
Keterangan yang dicabut terkait penerimaan uang dari Sugiharto, terdakwa korupsi e-KTP dengan alasan saat pemeriksaan penyidikan Miryam mengaku ditekan dan diancam oleh tiga penyidik KPK.
© Copyright 2024, All Rights Reserved