Kepolisian diminta untuk membongkar tuntas sindikat penyebaran ujaran kebencian di media sosial, Saracen hingga ke akarnya. Penyebaran fitnah yang dilakukan kelompok ini dengan bayaran tertentu, dapat merusak kesatuan bangsa.
“Ini sudah pidana. Pihak Polri harus mengusut tuntas sampai ke akar-akarnya," kata Johan Budi SP kepada pers di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (24/08).
Johan menuturkan, Presiden Joko Widodo berulang kali menyoroti soal penyebaran hoax (berita palsu) dan ujaran kebencian. Dalam setiap kesempatan, Jokowi meminta terutama generasi muda pintar bermedsos.
Di sisi lain, Polri menjalankan tugasnya memproses penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian berdasarkan aturan berlaku, termasuk Undang-Undang Informasi, Teknologi, dan Elektronik (UU ITE). “Kan kalau isinya ujaran kebencian dan fitnah tentu ada undang-undang yang ditabrak," ujar dia.
Sebelumnya Bareskrim Polri menangkap tiga orang pengelola grup Saracen di media sosial Facebook yang diduga menyebarkan ujaran kebencian. Ketiganya, berinisial JAS (32), MFT (43), dan SRN (32) ditangkap di tiga lokasi berbeda, yakni Jakarta Utara, Cianjur (Jawa Barat), dan Pekanbaru (Riau).
Kepala Subdirektorat 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Komisaris Besar Irwan Anwar mengatakan, grup ini telah memuat ujaran kebencian yang bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Menurutnya, Saracen dikelola secara terorganisir selama dua tahun terakhir. Mereka diketahui sudah beroperasi sejak November 2015 silam. Konten bermuatan SARA yang disebarkan ini merupakan pesanan pihak tertentu dengan tarif yang sudah ditentukan.
Sindikat pengelola grup Saracen ini memasang tarif puluhan juta bagi pihak-pihak yang ingin memesan konten ujaran kebencian dan bernuansa SARA. "Dalam satu proposal yang kami temukan, itu kurang lebih setiap proposal nilainya puluhan juta (rupiah)," kata Irwan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (23/08).
© Copyright 2024, All Rights Reserved