Aduh! Menurut data ternyata Indonesia penghasil atau produsen ekstasi terbesar di dunia. Hal itu diungkapkan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri. Salah satu faktornya ternyata bahan kimia yang menjadi bahan baku shabu-shabu dan ekstasi hanya diatur dengan keputusan menteri dan belum ada hukuman penjara yang setimpal.
Menurut Direktur IV Narkoba Bareskrim Polri, AKBP Dedi Permana menyatakan Indonesia merupakan surga bagi sindikat narkotika internasional. "Indonesia selain `surga` peredaran berbagai jenis narkotika juga produsen ekstasi terbesar di dunia," jelas Dedi di Batam, Kamis (12/4). Selain Indonesia, negara produsen ekstasi berkategori besar adalah Jerman, Belanda dan India yang sekaligus pemasok beberapa negara.
Saat ini karena begitu mudahnya bahan baku pembuat shabu-shabu dan ekstasi, sindikat internasional menjadikan Indonesia sebagai tempat memproduksi barang haram tersebut. Barang tersebut lantas di ekspor ke hampir seluruh negara.
"Walaupun baku pembuatan ekstasi harus diimpor dari luar negeri, sindikat internasional tetap memilih Indonesia tempat memproduksi ekstasi," kata AKBP Dedi Permana dengan nada prihatin.
Sebelum dikenal sebagai pemasok utama ekstasi dunia, Indonesia sudah dikenal sebagai penghasil ganja kualitas terbaik di dunia. Masih menurut Dedi, peringkat pertama produsen ekstasi disandang Indonesia setelah beberapa waktu silam di Tangerang terkuak pabrik pencetak ekstasi dengan produksi 11 juta pil.
Salah satu titik lemah mengapa Indonesia dijadikan sebagai tempat pembuatan ekstasi adalah karena prekursor (bahan kimia yang menjadi bahan baku shabu dan ekstasi) hanya diatur dengan keputusan setingkat menteri. Apalagi hingga sekarang belum ada ketentuan hukuman penjara yang bisa membuat jera para pelaku.
Seharusnya pemerintah mengaturnya dalam bentuk undang-undang sehingga pelaku dapat dijera dengan hukuman yang lebih berat. Belum ada UU Prekursor sehingga pelaku dengan sangat mudah keluar masuk Indonesia tanpa pengawasan ketat dan karenanya sindikat memilih Indonesia tempat berinvestasi.
[Diungkap Jaringan Narkoba Senilai Rp13 Miliar]
Ini salah satu bukti Indonesia surga peredaran psikotropika dan narkotika. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya, Senin (9/4) pukul 17.00, berhasil membekuk empat bandar narkoba di sebuah rumah di Jalan Sunter Agung Utara V Blok A23, nomor 12, RT 008/RW 08, Kelurahan Sunter Agung, Jakarta Utara.
Dari para tersangka juga diamankan sebanyak 89.678 butir ekstasi, sabu seberat 700 gram senilai Rp 13 milyar, pistol buatan Jerman merk Walther P99 kaliber 19mm, dan 135 butir peluru, disita.
Hal itu diungkap Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Komisaris Besar (Kombes) Arman Depari, didampingi Kepala Satuan II Psikotropika, Ajun Kombes (AKP) Hendra Joni, di Jakarta, Kamis (12/4).
Kisah penangkapan diawali informasi yang diterima Hendra Joni dan Kepala Unit VI, Komisaris Maryono mengenai adanya transaksi Narkoba di Jalan Sunter Agung. Keduanya lalu menyelidiki kebenaran informasi itu dan mengenali empat tersangka, yaitu Surya Wijaya alias Endru Hartawan (35), Henry Ali alias Ong Seng (33), Jefri alias Asiong (40), serta Hartono alias Atong (28). Informasi tersebut ternyata A1.
Benar saja, pada Senin (9/4) pukul 06.00, Arman, Joni, dan sejumlah polisi lainnya mengintai dan menyiapkan penyergapan. Ketika keempat tersangka berkumpul di Jalan Sunter Agung, polisi meringkus mereka.
Penyergapan tersebut diwarnai ketegangan tinggi, sebab salah satu tersangka, Surya sempat menodongkan senjata ke polisi. "Surya sempat mengambil pistolnya dari laci dan mengarahkan senjatanya ke salah satu polisi. Beruntung rekan kami sigap. Ia segera menepis pistol itu dan meringkus Surya," cerita Joni saat-saat penyergapan.
Setelah diperiksa, ternyata pistol dalam keadaan terkokang, terisi penuh peluru (16 peluru). Selain itu, polisi kemudian juga menemukan 135 butir peluru yang disimpan di lemari.
Surya, kata Joni, mengaku, pistol itu pistol pinjaman seorang aparat. "Katanya ia mendapat pinjaman pistol itu dari seseorang yang sering mendapat bantuan keuangan dari Surya," ungkapnya. Saat ini, lanjut Joni, pihaknya sedang mendalami legalitas pemilik pistol yang sudah sekitar setahun di tangan Surya.
[Sindikat Hongkong]
Dari Surya, polisi menyita 89.211 butir ekstasi, 500 gram shabu-shabu, sebuah Walther, dan 135 butir peluru. Dari Henry 467 butir ekstasi, sementara dari Jefri 200 gram shabu-shabu. Sedangkan dari tersangka Hartono polisi hanya menyita bukti transfer uang.
Kombes Arman Depari menjelaskan, Henry dan Hartono mendapat pasokan shabu-shabu dan ekstasi dari Surya. Sedangkan Surya dipasok dari Jefri. Barang-barang haram tersebut diperoleh dengan cara memesan lewat telepon, menstransfer uang ke rekening bank yang ditunjuk, dan mengambil pesanan di tempat yang sudah ditentukan dalam sebuah mobil.
"Dari keempat tersangka kami mengetahui, baik ekstasi maupun sabu berasal dari Hendarto yang kini masih buron," ungkap Arman.
Sedangkan AKP Hendra Joni menjelaskan bahwa barang-barang haram tersebut didistribusikan ke daerah-daerah antara lain Kalimantan Barat, Jambi, Medan, Surabaya, Bandung, dan Cilacap. Melihat cara transaksi kelompok ini, AKP Joni menyatakan ada kemiripan dengan yang dilakukan sindikat narkoba Hongkong di Indonesia.
"Bedanya, kalau mafia Hongkong menjual sekaligus mobil yang bermuatan Narkoba kepada pembeli, kelompok ini hanya menyediakan kunci ganda mobil yang digunakan untuk membawa Narkoba," jelas AKP Hendra Joni lebih jauh.
Cara sinfikat Hongkong tersebut jelas sangat menyulitkan polisi dalam menelusuri jejak mereka. "Setelah pembeli menerima Narkoba berikut mobilnya, pembeli segera menjual kembali mobil tersebut dengan harga sangat murah," papar Joni. Tahun 2005, pihaknya pernah meringkus mafia Hongkong Yan Yun dan menyita 200 kilogram shabu-shabu.
Informasi lebih detail tentang cara pendistribusian narkoba dipaparkan Kombes Arman. Cerita Arman, setelah menerima pasokan dari Hendarto, keempat tersangka mendistribusikan ekstasi dan sabu yang diduga asal Cina itu, lewat sebuah jasa titipan kilat yang berkantor di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, dan di daerah Rawamangun, Jakarta Timur.
Sedangkan menurut pengakuan keempat tersangka ketika diintrogasi, AKP Joni menyatakan, setiap bulan mereka mampu menjual 60.000 butir ekstasi, dan 10 kilogram sabu. Harga sebutir ekstasi di tempat hiburan malam saat ini Rp 100.000, sedang sabu Rp 800.000/gram-nya.
Selamat buat Pak Polisi yang telah bekerja keras mengungkap sindikat narkoba karena dampaknya sangat luar biasa merusak generasi muda.
© Copyright 2024, All Rights Reserved