Untuk mendukung perencanaan pembangunan nasional, Indonesia membutuhkan informasi geospasial (IG) dalam jumlah besar dengan berbagai resolusi. Hingga saat ini baru 21 persen kebutuhan IG yang bisa dipenuhi oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) dan sejumlah instansi.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, BIG perlu mempercepat pengadaan IG dalam berbagai skala dan resolusi. Oleh sebab itu harus dilakukan berbagai langkah cepat. Di antaranya bisa memakai foto udara atau penggunaan radar satelit.
"Kami mentargetkan pada 2019 semua wilayah Indonesia sudah terpetakan dengan baik. Untuk mengejar target tersebut BIG bisa melakukan dengan berbagsi langkah cepat yang sudah diterapkan selama ini," Bambang, pada puncak peringatan Hari Informasi Geospasial 2017 di Kantor BIG, Cibinong, Bogor, Selasa (24/10) lalu.
Menurutnya, ketidakselarasan data yang dimiliki oleh pemerintah selama ini menjadi hambatan besar dalam perencanaan pembangunan. Jika nantinya, kebijakan satu peta (KSP) sudah terealisasi, diharapkan pemerintah memiliki referensi tunggal dalam penyusunan kebijakan pembangunan disegala bidang.
"Karena itu kami harus lakukan percepatan kemandirian IG untuk mendukung KSP yang dicanangkan Presiden. Adapun syarat utama membuat perencan yang baik adalah membentuk tata ruang dan sampai perencanaan dimana memastikan apa yang di implementasikan sesuai dengan apa yang direncanakan," ujarnya.
Baginya yang terpenting adalah dengan adanya IG akan bisa termonitor, seperti tata ruang untuk perekonomian tertentu. Sehingga dipastikan perijinannya sesuai dengan tata ruang. Apabila ada perijinan jangan sampai tumpeng tindih, karena jika tumpeng tindih akan menimbulkan ketidakpastian dunia usaha.
"Google adalah contoh yang baik, dimana data atau peta bisa diakses masyarakat seluruh dunia. Sehingga dengan mudah yang murah seperti google, kita bisa mengetahui bahwa masyarakat membutuhkan data seperti itu. Jadi jangan sampai data yang sudah kita dimiliki tak bisa dimengerti dan diakses oleh masyarakat sebagai penggunanya sesuai kebutuhan masyarakat. Maka, kedepannya bisa di komersilkan dan dimanfaatkan oleh provider dalam negeri," tandas Bambang.
Sementara itu Kepala BIG Hasanuddin Zainal Abidin menambahkan kemandirian IG mutlak diupayakan secara serius dan menuntut kerja keras semua pihak. Kemandirian geospasial meliputi data dan IG, peta otonomi Indonesia berskala besar, peta lingkungan pantai yang lengkap dan peta lingkungan laut yang luas. Apalagi, Indonesia adalah negara yang sangat luas dan besar.
"Melihat kebutuhannya geospasial masih banyak, jadi kita tidak bisa menghitung berapa besar nilai investasi yang harus dikeluarkan jika kita tetap tergantung pada negara lain. Makanya, itu semua sudah menjadi tugas bersama untuk terus mengupayakan kemandirian geospasial baik melalui pengembangan inovasi teknologi IG peningkatan kuantitas dan kualitas SDM," ulasnya.
Diakui Hasanuddin, untuk mewujudkan kemandirian IG memang tidak mudah. Saat ini pihaknya telah menyiapkan berbagai standar, spesifikasi dan grand desain untuk berbagai kegiatan IG dasar maupun IG tematik di Indonesia. Karena hingga saat ini, Indonesia sudah memiliki 130 peta tematik. Kekayaan peta tematik ini tidak dimiliki oleh Google sekalipun.
"Untuk mempercepat perwujudan Kemandirian Geospasial untuk Kedaulatan Bangsa dan Negara, kami bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam penyelesaian rencana detail tata ruang (RTDR). Adapun alasan kepala daerah dilibatkan, karena untuk kedepan dalam mengeluarkan ijin kepala daerah tidak sembarangan. Sehingga tujuan akhirnya adalah semuanya harus melaksanakan sesuai aturan dan tidak ada yang melanggar," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved