Kendati dalam dakwaan mantan Direktur Bank Indonesia (BI) Drs Hendrobudiyanto diancam hukuman seumur hidup, dan merugikan negara tidak kurang dari Rp 18 triliun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) FX Soehartono SH hanya menuntutnya 6 tahun penjara, Rabu (5/2), di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Di samping itu, terdakwa Hendrobudiyanto diharuskan membayar denda sebesar Rp 20 juta atau menjalani kurungan selama 3 bulan, dan membayar uang pengganti sebesar Rp 9.793.304.617.173.
Uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa, menurut jaksa, sangat patut dan wajar mengingat pengucuran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terjadi atas persetujuan Hendrobudiyanto. "Tanpa persetujuan terdakwa pengucuran dana BLBI tidak akan terjadi. Karena itu, mejadi tanggung jawab terdakwa mengganti dana BLBI yang dikucurkan tersebut, walaupun tidak dapat dibuktikan apakah kerugian negara dalam kasus ini dinikmati terdakwa atau tidak," kata FX Soehartono.
Sementara barang bukti berupa mobil Toyota Type Camry tahun 2000 bernomor polisi B-8956-SF atas nama Ny Onny Kristiyah Hendro (istri terdakwa), Toyota Land Cruiser tahun 1995 juga atas nama Onny Kristiyah, dan Toyota Type Crown tahun 2000 atas nama Hendrobudiyanto dirampas untuk negara.
Selain itu, JPU juga meminta majelis hakim agar memerintahkan terdakwa yang selama ini "bebas" dimasukkan ke dalam tahanan.
"Terdakwa Hendrobudiyanto terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama (mantan Direktur BI lain Heru Supraptomo dan Paul Soetopo-red). Atas perbuatan itu, terdakwa melanggar pasal 1 ayat (1) sub a jo pasal 28 jo pasal 34 sub c UU Nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 1 UU No 31 tahun 1999 jo pasal 1 UU No 20 tahun 2001," demikian FX Soehartono di hadapan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat pimpinan Panusunan Harahap SH.
Hal yang memberatkan terdakwa, menurut JPU FX Soehartono, di samping sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, terdakwa sudah berusia lanjut (71 tahun). Se-dang-kan yang memberatkan, akibat perbuatan terdakwa pemerintah harus menanggung beban melalui APBN dan mengakibatkan kerugian negara serta pemulihan ekonomi berlarut-larut. Lebih dari itu, kepercayaan masyarakat ke lembaga perbankan nasional menjadi semakin surut.
Dalam requisitor JPU disebutkan bahwa terdakwa selaku Direktur BI telah melakukan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menyalahgunakan wewenang, kesempatan, kedudukan atau jabatan pada 2 Januari 1997 hingga 19 Desember 1997.
"Terdakwa dalam kasus ini bekerja sama dengan Direksi BI lainnya yaitu Prof Dr Heru Supraptomo SH SE, Paul Soetopo Tjokronegoro (diadili tersendiri), Boediono, Hariyono, Mukhlis Rasyid dan J Soedradjad Djiwandono," ungkap FX Soehartono.
Lebih lanjut JPU mengatakan, terdakwa selaku Direktur BI mengetahui bahwa sebanyak 124 bank tidak dapat menyelesaikan saldo debetnya ke BI. Kendati demikian, terdakwa tetap memperkenankan sejumlah bank tersebut untuk melakukan kliring lokal.
"Dalam kondisi bank bersaldo debet negatif, seharusnya bank tersebut dikenakan sanksi penghentian sementara mengikuti kliring. Kenyataannya tidak demikian dilakukan terdakwa, bank-bank bermasalah itu malah mendapat kucuran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)," tutur FX Soehartono.
Bank-bank yang diperkenankan mengikuti kliring dalam kondisi kesulitan likuiditas itu antara lain PT Bank Dagang Nasional Indonesia, PT Bank Industri, PT Bank Arta Prima, PT Bank Pinaesaan dan PT Bank Dewa Rutji. Tidak itu saja, juga PT Bank Indonesia Raya, PT Bank Modern, PT Bank Budi Internasional, PT BUS, PT Bank Lautan Berlian, PT Bank Tamara, PT Bank Dana Hutama, PT Bank Utama, dan lain-lainnya.
"Pemberian fasilitas kepada bank-bank bersaldo negatif dengan menyalahgunakan wewenang itu telah menguntungkan 45 bank. Tetapi sebaliknya merugikan BI/negara sebesar dana BLBI yang dikucurkan ke bank-bank bermasalah itu," ucap jaksa.
Sementara itu, tuntutan terhadap terdakwa Heru Supraptomo direncanakan akan dibacakan Kamis (6/2) oleh JPU Firdaus Dewilmar SH. Sedianya pembacaan tuntutan tersebut dilaksanakan pada Senin (27/1), namun saat itu terdakwa dinyatakan masih butuh istirahat karena baru saja menjalani operasi atas penyakit yang dideritanya.
JPU Firdaus Dewilmar sebelumnya mendakwa Heru Supraptomo telah melakukan tindak pidana korupsi menyalahgunakan dana BLBI yang merugikan negara sebesar Rp 6,3 trilyun. Di samping itu, terdakwa juga didakwa bersama-sama dengan dua mantan direksi BI lainnya yakni Hendrobudianto dan Paul Soetopo telah menyalahgunakan wewenang dengan menyalurkan dana BLBI kepada 22 bank yang saldo debetnya negatif.
© Copyright 2024, All Rights Reserved