Hari ini, Rabu (29/07), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menggelar sidang putusan terhadap gugatan pembebasan bersyarat terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Saidb Thalib, Pollycarpus Budihari Prijanto. Gugatan tersebut diajukan oleh lembaga pemantau HAM Imparsial.
"Kami berharap tiga orang hakim berani mengambil putusan yang benar, sekalipun tergugat adalah pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM," kata kuasa hukum Imparsial, Muhammad Isnur, di Gedung PTUN Jakarta, Rabu (29/07).
Menurut Isnur, Imparsial menilai pembebasan Pollycarpus tidak dapat diterima oleh masyarakat dan tidak mempertimbangkan kepentingan ketertiban, keamanan serta rasa keadilan.
“Setidaknya ada dua alasan pembebasan Pollycarpus tidak dapat diterima oleh masyarakat,” kata Isnur,
Pertama, kata Isnur, karena kasus pembunuhan terhadap Munir dianggap belum tuntas. Pollycarpus dinilai tidak berkontribusi terhadap pengungkapan pelaku-pelaku lain yang terlibat dalam kasus tersebut.
Kedua, sebut Isnur, belum tercapainya tujuan pemidanaan terhadap Pollycarpus, yang tercermin dalam sikapnya yang tidak menunjukkan rasa penyesalan.
Menurut Isnur, penyesalan yang ditunjukkan Pollycarpus paling tidak menunjukkan bahwa kasus tersebut belum tuntas dan berpotensi mengungkap pelaku-pelaku lainnya. Pollycarpus adalah satu-satunya terpidana dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Sebelumnya, pada akhir November 2014 lalu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly memberikan pembebasan bersyarat bagi Pollycarpus. Yasonna beralasan, Pollycarpus telah memenuhi syarat administratif dan berhak mendapatkan pembebasan.
Pollycarpus menerima pembebasan bersyarat setelah menjalani 8 tahun dari 14 tahun masa hukumannya. Meski begitu, Pollycarpus tetap harus menjalani wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan Bandung sebulan sekali. Selain wajib lapor, Pollycarpus juga harus mematuhi semua aturan, termasuk tidak boleh pergi ke luar negeri.
© Copyright 2024, All Rights Reserved