Transaksi berjalan Indonesia masih mengalami defisit. Angka impor Indonesia masih lebih tinggi daripada angka ekspor Indonesia. Inilah yang membuat nilai tukar rupiah terus tertekan karena tingginya permintaan mata uang asing, termtama seperti dolar untuk pembayaran.
Demikian disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, di Gedung BI, Jakarta, Senin (14/12). “Selama impor lebih tinggi dari ekspor, nggak mungkin rupiah menguat,” ujar dia.
Dikatkaan Agus, angka defisit ini, mulai terjadi sejak tahun 2011. Apalagi, Indonesia banyak mengandalkan ekspor komoditas dan sumber daya alam yang permintaan di pasar Dunia ikut tertekan.
"Kondisi transaksi berjalan tampak terlihat mulai 2011, terjadi impor lebih tinggi. Ini untuk jasa dan barang. Kondisi defisit sudah dimulai 2012 sampai 2015. Defisit 2015 mulai membaik yakni mengarah 2 persen. Di negara ASEAN 5, hanya Indonesia satu-satunya negara yang defisit," ujar dia.
Gubernur BI mengatakan, melemahnya nilai tukar ini bisa disiati dengan menggenjot industri manufaktur sampai merangsang angka investasi asing dan portfolio masuk ke Indonesia. “Impor lebih tinggi dari ekspor. Ini bisa ditutup dengan aliran investasi dari FDI dan protofolio," terang dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved