Penerimaan negara sebesar Rp3,9 triliun diduga menguap. Sebanyak Rp2,4 triliun di antaranya merupakan potensi penerimaan negara yang menguap gara-gara tidak disertai kode Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), Nomor Transaksi Bank (NTB), dan Nomor Transaksi Pos (NTP).
“Padahal tiga kode nomor itu menjadi syarat pengesahan penerimaan pajak melalui bank/pos persepsi,” kata Kordinator Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi, Minggu (02/01).
Uchok menjelaskan, data tersebut diketahui setelah FITRA mempelajari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester pertama tahun 2010 lalu. Selain temuan tadi, FITA juga menemukan ada data transasksi yang tidak bisa dijelaskan. Yakni sebesar Rp1,5 triliun atau 39.094 transaksi, yang tidak bisa dijelaskan Direktorat Jenderal Pajak dari koreksi pembalikan, pembatalan dan pembetulan data oleh bank, Direktorat Jenderal Pajak.
FITRA juga mengatakan, hasil audit BPK juga memperlihatkan terdapat piutang pajak pada 2009 yang bakal hilang sebesar Rp63 triliun. Piutang ini berasal dari Ditjen Pajak sebesar Rp49 triliun, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebesar Rp13 triliun.
Pada 2010, ujar Uchok, piutang Pajak bertambah lagi sebesar Rp20 triliun, namun dapat mengembalikan atau menagih kepada wajib pajak sebesar Rp18 triliun.
Total jumlah piutang pajak pada tahun 2009 sebesar Rp63 triliun ditambah dengan piutang pajak pada 2010 menjadi Rp65 triliun. Sehingga berarti masih ada potensi kehilangan penerimaan negara sebesar Rp65 triliun lagi yang sampai sekarang tidak jelas keberadaannya.
"Bahkan kalau menurut Audit BPK, potensi penerimaan negara sebesar Rp65 triliun bakal hilang karena dokumen kurang valid," pungkas Uchok.
© Copyright 2024, All Rights Reserved