Kasus penyalahgunaan dana non bujeter Bulog sebesar Rp 40 miliar yang menyeret Ketua DPR Akbar Tanjung sebagai tersangka dan telah divonis 3 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kini mulai menohok posisi Akbar sebagai orang nomor satu di lembaga legislatif.
Walaupun dianggap vonis tersebut belum berkekuatan hukum tetap, karena Akbar menyatakan banding, namun secara etika dan moral politik mestinya Akbar secara sukarela mengundurkan diri.
Lawan-lawan politik Akbar dan Golkar di DPR pun mulai ramai-ramai mendorong pembentukan Dewan Kehormatan (DK) DPR untuk menentukan nasib Akbar. Sanggupkah Akbar bertahan?
Memang agak diluar dugaan. Banyak pihak terutama pendukung Golkar begitu yakin bahwa Akbar bakal divonis bebas. Alasannya, Akbar sama sekali tidak terlibat menyelewengkan dana Bulog dalam kasus itu. Namun hakim punya sikap lain dan malah mengganjar mantan mensesneg itu dengan hukuman tiga tahun penjara.
Seperti diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Amiruddin Zakaria dalam sidang di aula gedung Badan Meteorologi dan Geofisika, di Kemayoran, Jakarta, Rabu (4/9), menjatuhkan putusan hukuman pidana tiga tahun penjara untuk Akbar Tandjung.
Sementara dua terdakwa lainnya, Ketua Yayasan Raudlatul Jannah (YRJ) Dadang Sukandar dan rekanan Bulog, Winfried Simatupang, masing-masing divonis selama 1,5 tahun penjara. Akbar juga didenda Rp 10 juta, subsider tiga bulan kurungan dan diharuskan membayar biaya perkara sebesar Rp 7.500.
Bagaimana suara dari dalam DPR khususnya fraksi-fraksi yang menjadi pesaing Golkar. Dari fraksi PDIP, Sutjipto, menyatakan, masyarakat awam menganggap hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim sudah sebagai suatu putusan bersalah, meski Akbar masih akan mengajukan banding. Bagi Sutjipto sendiri, vonis itu dianggap anggap sebagai keputusan bersalah.
Permintaan mundur juga meluncur dari Wakil Sekretaris FPDI-P Firman Jaya Daeli. Politisi muda ini meminta agar Akbar mundur dari jabatannya sebagai ketua DPR. Dan hal itu akan lebih terhormat. Sebelum DK mengambil tindakan tegas. Bagaimanapun, kata dia, vonis tiga tahun penjara yang dijatuhkan pengadilan atas diri Akbar akan berdampak buruk terhadap DPR.
Suara minta mundur juga muncul dari Fraksi Reformasi. AM Fatwa berpendapat, secara moral politik Akbar harus mundur dari jabatannya. "Lembaga DPR kan lembaga politik, jadi harus dibedakan dengan kasus yang menimpa Gubernur Bank Indonesia (BI) Syahril Sabirin. Gubernur BI merupakan jabatan profesional murni,' kata Fatwa.
Bagaimana dengan Fraksi Kebangkitan Bangsa. KH Cholil Bisri, menilai pembentukan dewan kehormatan itu sudah ada dasarnya. “Saya kira bisa dibentuk berdasarkan inisiatif dari fraksi-fraksi atau pimpinan. Jika empat orang pimpinan setuju, ya bisa secepatnya dibentuk," tandas Cholil. Dia beranggapan, vonis terhadap Akbar sudah merupakan putusan yang menyatakan mantan menteri sekretaris negara itu bersalah meski belum berkekuatan hukum tetap.
Memang sejauh ini belum ada aturan bahwa seorang pimpinan lembaga negara yang dihukum di bawah lima tahun harus mundur. Namun masalahnya sebuah lembaga negara dan lembaga perwakilan rakyat secara moral, etika, sepatutnya dipimpin orang yang bersih.
Dalam perpolitikan nasional, seharusnya sudah mulai dikembangkan politik yang santun dan berpijak pada akal sehat. Sehingga seorang politikus, baik terbukti maupun tidak terbukti bersalah, atau hanya diduga melakukan tindak pidana, mestinya harus mundur.
Bagaimana konstalasi politik di DPR dalam melihat kasus Akbar. Nampaknya posisi Akbar akan sangat tergantung pada sikap resmi PDIP yang merupakan fraksi terbesar di DPR. Diduga kuat, PDIP tidak akan bersikap keras terhadap Akbar dan ‘membiarkan’ Akbar tetap bertahan. Karena PDIP berkepentingan mempertahankan koalisinya dengan Golkar untuk mempertahankan kursi kepresidenan yang kini diduduki Megawati. Jadi agak sulit memang menggusur Akbar dari DPR jika tak didukung PDIP.
Bagaimana dengan Golkar? Secara kasat mata memang belum terlihat ada upaya untuk menolak Akbar alias menjatuhkannya dari kursi nomor satu di tubuh partai beringin itu. Namun demikian, jika Akbar terus dipertahankan, kemungkinan besar akan merugikan citra Golkar di masa depan, khsususnya dalam menghadapi pemilu mendatang.
© Copyright 2024, All Rights Reserved