Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) meminta Direksi Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk mencabut 3 peraturan baru yang membuat lembaga itu tidak lagi menanggung biaya pengobatan katarak, melahirkan bayi sehat dan rehabilitasi medik. Aturan baru itu dinilai telah meresahkan masyarakat peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Ini menjadi persoalan serius dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada peserta JKN karena tindakan itu sudah meresahkan. Oleh sebab itu, kami perintahkan mencabut. Kami tidak mentoleransi lagi untuk melakukan tindakan yang berupa penundaan,” katanya Ketua DJSN, Sigit Priohutomo kepada politikindonesia.com, di Jakarta, Senin (30/07).
Menurutnya, ketiga peraturan itu adalah Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 02 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak dalam Program Jaminan Kesehatan. Selain itu, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 03 tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan dengan Bayi Baru Lahir Sehat dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 05 tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
“Permintaan pencabutan ketiga aturan itu bukan tanpa alasan. Karena penyusunan dan penetapan ketiga aturan tersebut tidak didahului dengan kajian yang dikonsultasikan kepada kami para pemangku kepentingan. Jadi, Direksi BPJS Kesehatan tidak berwenang menetapkan manfaat JKN yang dapat dijamin. Selain itu, peraturan tersebut dikeluarkan tidak mengikuti tata cara penyusunan peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.
Dijelaskan, melihat polemik itu pihaknya sudah mengirimkan surat kepada BPJS Kesehatan dengan tembusan ke Presiden dan kementerian terkait. Pihaknya juga akan memberikan rekomendasi secara komprehensif kepada Presiden untuk memperbaiki kebijakan dan tata kelola pelaksanaan JKN. Karena ada lebih dari 20 juta peserta BPJS Kesehatan yang menunggak pembayaran. Pihaknya terus mencari solusi untuk mengatasi permasalahan ini.
“Pelayanan itu harus harus ada di Peraturan Presiden (Perpres) karena di dalamnya ada tata kelola keuangan, peningkatan iuran dan sebagainya. Aturan-aturan ini dilakukan oleh pemerintah, bukan oleh badan pengelola. Jadi, BPJS Kesehatan telah melangkahi Presiden. Karena selain subsidi pemerintah, kami juga mencoba opsi lain yakni mengurangi layanan,” paparnya.
Dia tidak memungkiri bahwa salah satu penyebab BPJS Kesehatan mengeluarkan kebijakan itu untuk menutupi kebocoran pembiayaan. Sebenarnya ada tiga cara yang dapat ditempuh dalam menutup defisit. Pertama meningkatkan iuran, kedua mengurangi pelayanan, dan suntikan dana dari pemerintah.
“Pelayanan kesehatan wajib memperhatikan mutu dan keselamatan pasien. Apalagi, pelaksanaan program JKN terus mendapat dukungan dari pihak terkait. Salah satu bentuk dukungan tersebut melalui kesediaan untuk dilaksanakannya audit dalam rangka mencegah kecurangan. Sementara terkait masalah defisit memang belum terpecahkan,” imbuhnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved