Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono, membeberkan sejumlah hal yang patut diwaspadai dapat memicu konflik saat berlangsungnya pilkada di 171 daerah pada 2018 mendatang.
Hal itu disampaikannya dalam rapat koordinasi persiapan pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 yang digelar di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Senin, (23/10). "Rujukan indeks kerawanan pilkada menjadi salah satu parameter dalam mewaspadai daerah yang rawan gangguan, kelompok separatis dan rawan konflik," kata Sumarsono.
Ia menerangkan, sejumlah risiko yang perlu diantisipasi. Pertama, risiko umum, adanya faktor gangguan alam seperti cuaca buruk, gunung meletus, gempa bumi, banjir dan lainnya.
“Sedangkan faktor keamanan adalah terorisme, separatisme, radikalisme, unjuk rasa, konflik komunal," kata dia.
Kedua, faktor politik hukum. Daftar pemilih tetap (DPT) yang belum selesai dianggap berpotensi menjadi masalah. Ini termasuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal cuti kampanye bagi petahana.
"Lainnya gambaran distribusi logistik, rendahnya partisipasi, netralitas penyelenggara. Juga kemungkinan adanya intervensi asing yang merugikan kepentingan Indonesia," ujar dia.
Sumarsono memaparkan bahwa ada risiko dalam tiap tahapan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018.
Pertama, tahapan pendaftaran pasangan calon. Tahapan tersebut potensial adanya konflik kepengurusan partai politik dan dukungan e-KTP bagi calon perseorangan.
Kedua, tahapan distribusi logistik pilkada. Dalam tahap ini, berisiko adanya keterlambatan distribusi logistik tiba di TPS. “Ada juga potensi atau upaya pencurian, upaya sabotase logistik pilkada dan lainnya," sebut dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved