Masyarakat Kabupaten Wonosobo yang tengah memperjuangkan Pengelolaan Hutan Berbasiskan Masyarakat dan mulai menampakkan hasil dengan mendapatkan pengakuan dari pemerintah dengan dikeluarkannya Perda Wonosobo No. 22 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berbasis Masyarakat Kabupaten Wonosobo.
Namun secara tiba-tiba masyarakat dikagetkan dengan hadirnya surat dari Menhut kepada Menteri Dalam Negeri No. 1665/Menhut-II/2003 tentang Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo No. 22 Tahun 2001.
Dalam surat tersebut menyebutkan bahwa : 1. Berdasarkan ketentuan pasal 22 ayat (5) UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, telah dijelaskan bahwa ketentuan lebih lenjut tentang tata hutan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang leih interaktif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari, diatur dengan peraturan pemerintah.
2. Berdasarkan peraturan tersebut (butir 1), dengan diterbitkannya peraturan pemerintah No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, maka Peraturan Daerah Wonosobo No. 22 tahun 2001 harus disesuaikan dengan peraturan pemerintah dimaksud.
3. Ketentuan dalam pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo No. 22 tahun 2001 yang mengatur penetapan hutan negara sebagai lokasi pengelolaan sumberdaya hutan berbasis masyarakat adalah bertentangan dengan dengan ketentuan pasal 5 ayat 3 UU. No. 41 tahun 1991 dan pasal 2 ayat 3 angka 4 huruf c Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000, karena yang berwenang menetapkan ….. berikut dengan perubahan status dan fungsinya adalah pemerintah Isi surat tersebut secara tersurat dan tersirat jelas berusaha untuk membatalkan Perda Kabupaten Wonosobo No. 22 Tahun 2001.
Fenomena ini sangat aneh dan bertentangan dengan sikap pemerintah yang dengan lantang mengkampanyekan desentralisasi dan otonomi daerah, dimana pemerintah akan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pemerintah daerah untuk mengelola wilayahnya sendiri.
Selain itu juga bertentangan dengan Undang- undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dimana semua pihak termasuk Pemerintah Daerah wajib berupaya untuk memberdayakan masyarakat dengan cara memberikan pengakuan dan peluang usaha yang lebih besar kepada masyarakat setempat untuk memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan.
Sehingga pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat dalam sebuah kesatuan pengelolaan terkecil agar dapat melakukan pengelolaan secara efisien dan lestari yang sesuai dengan fungsi hutan merupakan suatu keniscayaan bagi masyarakat Wonosobo.
Sungguh hal ini adalah sebuah langkah maju dan baru pertama kali dilakukan diseluruh Indonesia, dimana masyarakat bersatu padu, berjuang, bekerja dan berpikir, untuk pengelolaan hutan yang lestari dan efisien hingga melahirkan sebuah Perda. Seharusnya hal ini didorong oleh pemerintah agar hal serupa bisa terjadi didaerah yang lain, bukan malah dibunuh aspirasinya.
Sikap Departemen Kehutanan dengan mengeluarkan surat kepada Mendagri tersebut menunjukkan tidak pahamnya Departemen Kehutanan dengan kondisi hutan dan masyarakat kehutanan di Indonesia bahkan tidak mau tahu dengan aspirasi masyarakat yang sesungguhnya mempunyai hak dalam pengelolaan sumberdaya alam.
“Sikap Dephut dengan intervensi terhadap Perda dengan memanfaatkan birokrasi pada level atas adalah sikap yang mengebiri aspirasi rakyat. Ini adalah preseden buruk bagi proses desentralisasi dan pengelolaan hutan oleh masyarakat” ungkap Longgena Ginting, Direktur Eksekutif WALHI.
Berbagai peraturan yang dipergunakan Dephut sudah seharusnya yang direvisi karena tidak sesuai lagi dengan aspirasi Tap No. IX/MPR/MPR/2001 Pengeloaan Sumber Daya Alam.
Sehingga tidak ada alasan bahwa Perda harus dibatalkan, karena Perda tersebut sama sekali tidak menghilangkan fungsi dan merubah kepemilikan hutan, namun hanya mengatur pengelolaan yang berbasis masyarakat. Bahkan didalamnya juga melibatkan berbagai unsur termasuk Perhutani.
© Copyright 2024, All Rights Reserved