Badan Karantina Kementerian Pertanian (Kementan) meningkatkan pengawasan melalui tindakan karantina. Pengawasan dilakukan di pintu pemasukan, pelabuhan, bandara, pos lintas batas dan kantor pos. Hal itu dilakukan sebagai upaya meningkatan pengendalian impor berbagai pangan strategis di dalam negeri.
"Untuk memaksimalkan pengendalian berbagai pangan ilegal selama tahun 2016, kami telah melakukan pengawasan secara mandiri dan bekerjasama dengan aparat penegak hukum. Di antaranya kerjasama dengan kepolisian dan instansi kepabean sudah kami lakukan sejak 3 tahun lalu. Namun kerjasama pengawasan dengan TNI Angkatan Darat dan TNI Angkatan Laut baru kami lakukan tahun lalu," ujar Kepala Badan Karantina Kementan, Banun Harpini kepada politikindonesia.com di Kantor Kementan, Jakarta, Jumat (16/12).
Dijelaskan, kegiatan pengawasan bersama dilakukan di berbagai tempat pemasukan yang rawan. Daerah rawan itu biasanya tersebar di sepanjang pantai timur Sumatera dan perbatasan darat antar negara di Kalimantan, Papua dan NTT. Dengan nilai ekonomi sebesar Rp96 miliar.
"Adapun beberapa impor pangan ilegal antara lain bawang merah (1.669.582 kg) dimasukkan sebanyak 102 kali, beras (723.700 kg) sebanyak 9 kali, daging (160.269 kg) sebanyalk 14 kali, daging bebek (3.100 kg) dan hasil tanaman lainnya," ucapnya.
Menurutnya, saat ini yang perlu mendapat perhatian adalah pemasukan bawang merah ilegal. Karena komoditas itu dimasukkan dari beberapa pantai timur Sumatera. Di antaranya Tanjung Balai Asahan, Belawan, Medan, Tanjung Balai Karimun dan Banda Aceh.
"Dari hasil kegiatan tersebut, diperkirakan masih banyak yang merembes ke pasar Jakarta dan sekitarnya. Hal tersebut disebabkan karena terdapatnya sekitar 200 pelabuhan-pelabuhan kecil yang belum terpantau secara optimal, baik oleh petugas kami maupun oleh aparat keamanan," tegasnya.
Dipaparkan, di lihat dari statistik hasil tindakan karantina selama tahun 2016 tercatat, penahanan sebanyak 2.374 kali, penolakam 1.214 kali dan pemusnahan terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) sebanyak 1.480 kali. Sehingga total tindakan karantina yang sudah dilakukan sebanyak 5.068 kali.
"Stastistik tersebut mengalami peningkatan sebesar 56,86 persen, jika dibandingkan dengan tahun 2015 sebanyak 3.231 kali. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kepatuhan pelaku usaha dan mitra kerja kami belum sepenuhnya berhasil memberikan pengaruh positif terhadap berbagai tindakan preventif dan penegakan hukum yang dilakukan selama ini," ujarnya.
Dia mengatakan pelaksanaan pemusnahan dilakukan, baik oleh petugas karantina maupun sebagai hasil operasi bersama dengan pihak Polda, Polres setempat, TNI Angkatan Laut dan Pejabat Bea Cukai di Pelabuhan/Bandara utama di Indonesia. Pelaksanaan tindakan pemusnahan komoditas pertanian tersebut disebabkan karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang karantina hewan dan tumbuhan.
"Upaya penegakan hukum terhadap peraturan perkarantinaan tumbuhan dan hewan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan terdapat kasus penegakan hukum melalui penyidikan yang dilakukan oleh PPNS Karantina secara mandiri maupun bekerjasama dengan Penyidik Polda/Polres setempat," imbuhnya.
Ditambahkan, dari semua tindakan yang sudah dilakukan oleh pihaknya menunjukan, kalau Indonesia masih menjadi pasar dan tempat berbagai produk pertanian yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia belum memenuhi persyaratan serta ketentuan perkarantinaan hewan dan tumbuhan. Hal itu terjadi karena belakangan ini harga pangan terus mengalami peningkatan. Namun hal tersebut jangan dijadikan alasan untuk melakukan impor, apalagi secara ilegal.
"Maka kami akan lebih mengetatkan masuknya komoditas pangan secara illegal. Karena impor bukan satu-satunya jalan untuk menyetabilkan harga. Jadi kami akan terus melakukan penganwasan terhadap komoditas pangan. Sehingga tidak mengganggu harga pangan di pasaran yang nantinya akan menimbulkan keresahan di masyakarat," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved