Seperti diduga sebelumnya, pembentukan Panitia Khusus (Pansus) {Bulogate} II akhirnya gagal dibentuk. Mayoritas anggota DPR dalam rapat paripurna di Jakarta, Senin (1/7) menolak pembentukan Pansus untuk menyelidiki kasus penyelewengan dana Bulog yang diduga melibatkan Akbar Tandjung itu.
Sidang yang dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno itu mengambil keputusan dengan voting secara terbuka. Hasilnya, anggota DPR yang menyatakan setuju dibentuk Pansus 73 orang, yang menolak 193 orang, dan yang abstain 94 anggota DPR. Jumlah anggota DPR yang hadir dalam voting ini 160 orang.
Dalam sidang ini, tampaknya FPDIP yang telah menolak Pansus {Bulogate} II menerapkan taktik menghindar dan mencari aman. Saat voting, hanya 3 anggota FPDIP yang menolak, antara lain Aberson Sihaloho dan Marah Simon. Sementara yang setuju dibentuk Pansus 5 orang, antara lain Indira Damayanti Sugondo dan Meilono Soewondo. Sedangkan 92 anggota FPDIP lainnya abstain.
Penolakan pembentukan Pansus {Bulogate}, yang terbanyak dari Fraksi Partai Golkar (FPG). Dari 110 anggota FPG yang hadir, semuanya menolak Pansus. Jumlah suara menolak yang banyak juga datang dari FTNI/Polri di mana 36 anggotanya yang hadir semuanya menolak.
Dari FPPP, hanya seorang yang setuju Pansus, yaitu Lukman Hakim Saefuddin. Yang abstain seorang, Arif Muddatsir, dan lainnya 33 orang menyatakan menolak Pansus.
Sedang dari Fraksi Reformasi, semua anggota yang hadir, 37 orang manyatakan setuju dibentuk Pansus. Dari FKB 19 orang yang hadir juga menyatakan setuju Pansus. Sedangkan dari FPDU, 3 orang setuju, 5 orang menolak. FBB sebanyak 6 orang menolak dan seorang abstain dan FKKI 8 orang menyetujui Pansus
Strategi menghindar (abstain) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terhadap pembentukan Panitia Khusus (Pansus) {Bulogate} II semakin memperkuat dugaan bahwa PDIP memang bukan partai yang serius mengusung agenda reformasi.
Dengan demikian, PDI-P semakin telanjang menunjukkan sikap aslinya yang tidak serius dalam pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan hanya ingin mempertahankan kekuasaan.
Persoalan KKN oleh PDI-P hanya dilihat sebagai seuatu yang bisa dipertukarkan sehingga terjadi kompromi. Sikap politik PDI-P akan membuat partai yang semula dianggap sebagai partai reformis itu mendapat dukungan dari Golkar. Pada saat yang sama, semua kasus korupsi yang melibatkan Akbar Tandjung dan Golkar tidak akan diusut tuntas.
Akibat buruk dari sikap itu, masyarakat akan menilai PDI-P tidak serius memberantas KKN. Ketidak seriusan PDI-P itu juga akan memberikan citra buruk DPR karena besanya pengaruh PDI-P dan Golkar di lembaga tersebut.
© Copyright 2024, All Rights Reserved