Acara Gelar Pangan Nusantara (GPN) resmi dibuka di Balai Kartini, Jakarta, pada Jumat (27/07). Kegiatan yang akan digelar hingga Minggu (29/07) itu, bertujuan, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya diversifikasi terhadap pangan lokal demi meningkatkan daya saing.
Syukur mengatakan, kegiatan ini sangat penting dan strategis untuk mempromosikan pemanfaatan dan pengembangan pangan nusantara. Selain itu juga dapat menggali peluang dan membangun kerja sama seluruh stakeholder, terkait pengembangan pangan nusantara. Sehingga produk olahan dari Indonesia dapat berdaya saing global.
“Diversifikasi pangan merupakan upaya kami untuk mendorong masyarakat agar memvariasikan makanan pokok yang dikonsumsi. Sehingga masyarakat tidak terfokus pada satu jenis saja. Seperti beras yang menjadi makanan pokok. Padahal konsumsi beras bisa dikurangi dan dikompensasi dengan jagung dan sagu,” kata Syukur kepada politikindonesia.com, selesai membuka secara resmi GPN di Jakarta, Jumat (27/07).
Syukur menjelaskan, peranan diversifikasi pangan dapat dilihat dari sisi produksi, konsumsi dan pengembangan bisnis. Dari sisi produksi dapat mendorong berbagai ragam produksi pangan dan menumbuhkan beragam usaha pengolahan pangan. Misalnya, sagu, singkong, jagung, sorghum dan talas menjadi produk intermediate, seperti tepung sagu, beras mocaf, oyek singkong, maupun produk olahan jadi seperti nasi aruk, kapurung, sinonggi, papeda, nasi jagung, dan lain-lain.
“Sedangkan, dari sisi pengembangan bisnis diharapkan dapat memberikan insentif pada rantai bisnis pangan yang lebih beragam. Makanya, kami terus berupaya untuk memenuhi kebutuhan pangan dan mewujudkan kedaulatan pangan. Di antaranya melalui peningkatan produksi pangan yang kami laksanakan dengan berbagai program terobosan dalam 3 tahun terakhir,” paparnya.
Menurutnya, diversifikasi pangan dari sisi konsumsi dapat memperbaiki kualitas konsumsi pangan yang ditunjukkan dengan peningkatan skor Pola Pangan Harapan dari 86,0 pada tahun 2016 menjadi 90,4 pada tahun 2017. Karena pada prinsipnya, diversifikasi pangan bukan hanya penganekaragaman sumber karbohidrat, tetapi juga mendorong konsumsi pangan yang beragam dan bergizi seimbang termasuk untuk sumber protein maupun vitamin dan mineral.
“Apalagi Indonesia patut berbangga karena menjadi negara terkaya kedua di dunia dalam keanekaragaman hayati. Di antaranya Indonesia memiliki 77 jenis pangan sumber karbohidrat, 75 jenis pangan sumber protein, 26 jenis kacang-kacangan, 228 jenis sayuran, serta 389 jenis buah-buahan. Seluruh kekayaan ini merupakan potensi yang dapat diandalkan untuk pemenuhan dan diversifikasi pangan yang bergizi seimbang. Semua itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk hidup sehat dan produktif,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, Agung Hendriadi, menambahkan kegiatan ini memang diselenggarakan untuk menggenjot program diversifikasi pangan lokal Indonesia agar berdaya saing global. Bahkan, pihaknya optimis program diversifikasi pangan pada tahun 2018 bisa mencapai target. Sehingga diversifikasi pangan lokal tidak lagi hanya fokus pada 15 lokasi di 13 provinsi, melainkan akan mulai serius menyasar ke seluruh wilayah Indonesia.
“Memang program diversifikasi pangan yang terus digencarkan tentunya untuk seluruh Indonesia. Bahkan, kami tidak lagi hanya memfokuskan kepada beberapa daerah saja. Karena kami menyentuh hilirnya dulu bagaimana pangan lokal yang ada ini bisa diolah dan diminati oleh masyarakat. Contohnya, gayom, garut, gembili dan tiwul yang sudah dikonsumsi oleh masyarakat di Pulau Jawa. Sekarang kami mencoba mengenalkannya dengan bentuk yang berbeda sesuai dengan selera masyarakat saat ini," ucap Agung.
Dia memaparkan, program diversifikasi merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras dan terigu. Namun, pengganti beras dan terigu tersebut harus bersumber dari komoditas lokal bernutrisi dan aman untuk dikonsumsi. Beberapa komoditas lokal yang berpotensi mengkonversi beras dan terigu bersumber dari aneka umbi seperti gembili, ganyong dan garut sementara dari golongan serealia terdapat sagu, sorgum dan jagung.
“Sekarang kami wujudkan ke bentuk yang lain, seperti mie sagu. Padahal sejak dulu diketahui mie itu terbuat dari terigu, tapi sekarang bagaimana mengganti mie yang kita makan dari berbahan dasar sagu, sehingga ini bisa menarik konsumen. Begitu ada peminatnya, baru digarap budidayanya, sehingga ada pasar yang mau menyerapnya lagi,” tuturnya.
Pihaknya pun berharap, kegiatan GPN kali ini dapat membangkitkan kembali pangan nusantara. Sehingga pangan lokal Indonesia mampu berdaya saing global serta peningkatan pengembangan jumlah kerjasama antara petani, dunia usaha dan lembaga riset.
“Oleh sebab itu, kami mengajak masyarakat untuk mengembangkan dan promosikan potensi aneka pangan lokal nusantara dari seluruh daerah. Hal itu agar bisa meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap produk pangan nusantara. Sehingga terjadi perubahan pola pikir konsumsi masyarakat menuju ke arah konsumsi yang beragam, bergizi seimbang dan aman,” tutup Agung.
© Copyright 2024, All Rights Reserved