Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) berencana membangun sebuah Reaktor Daya Eksperimental (RDE) di kawasan Puspitek, Serpong, Tangerang Selatan. RDE adalah reaktor mini bertenaga nuklir yang menjadi ajang pembelajaran dan transfer teknologi untuk persiapan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan skala lebih besar.
CEO Project Management Office RDE Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Taswanda Taryo kepada politikindonesia.com di Jakarta, Senin (05/09), mengatakan, reaktor daya non komersial dengan kapasitas 3,5 megawatt (Mw) ini menjadi ajang pertaruhan pengembangan energi nuklir di Indonesia.
“Jika RDE atau reaktor daya non komersial ini berhasil dibangun, maka secara tidak langsung menjadi pembuktian bahwa putra-putri bangsa mampu membangun PLTN yang aman dan memiliki aspek keselamatan tinggi," ujar Taswanda.
Diterangkannya, RDE ini berbasis teknologi high temperatur gas cooled reaktor (HTGR). Dengan teknologi ini, RDE yang dibangun memiliki multifungsi. Tak hanya menghasilkan listrik., reaktor mini ini juga bisa memproduksi hidrogen, water desalinasi dan pencairan batubara. Reaktor ini mempunyai keselamatan mandiri, tidak mudah disalahgunakan, efektif serta efisien.
"Sejumlah negara yang sudah menggunakan RDE berbasis HTGR yakni Tiongkok, Jepang, Rusia dan Amerika Serikat. Dan, secara keseluruhan disimpulkan jika PLTN layak dibangun di Jepara dengan mempertimbangkan berbagai faktor manfaat dan resikonya," ungkapnya.
Dalam kerangka acuan pembangunan RDE, lanjutnya, pembangunan reaktor mini ini membutuhkan dana ekitar Rp2 triliun. Ditargetkan 40 persen proses pembangunan merupakan tingkat kandungan dalam negeri. Sisanya atau 60 persennya berasal dari dana asing yang diharapkan berkonsep government to government.
"Konstruksi akan dimulai 2017 dan ditarget beroperasi tahun 2021 atau 2022. Direncanakan 1,5 megawatt listrik akan dialirkan gratis ke warga di sekitar Puspitek," ucapnya.
Taswana menambahkan, pihaknya bersama-sama dengan lembaga lain, termasuk pemerintah daerah melakukan pemetaan sosial, budaya dan ekonomi, serta sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat, terutama di wilayah Jawa Tengah sebagai wilayah terdampak pembangunan PLTN.
"Sebagai langkah konkrit, pemerintah kemudian menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), yang diantaranya memasukkan energi nuklir sebagai pembangkit listrik sebesar 5 persen hingga tahun 2025," imbuhnya.
Perpres tentang KEN tersebut, ujar dia, diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang Tahun 2005 – 2025, yang mengamanatkan energi nuklir akan dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik pada tahun 2015 – 2019 dengan persyaratan keselamatan yang ketat.
“Batan sebagai lembaga yang ditugasi pemerintah untuk menyiapkan pembangunan PLTN telah melakukan penyiapan berbagai infrasruktur yang dipersyaratkan, yang meliputi SDM, penguasaan teknologi, lokasi, roadmap (peta jalan), kajian dampak sosial, budaya dan ekonomi, termasuk melakukan edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat," terang dia.
Ketua umum Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL) Budi Sudarsono menambahkan, pada 1985, pemerintah sudah mengumumkan jika energi nuklir akan menjadi salah satu sumber energi yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat. Namun, belum juga ditetapkan PLTN akan dibangun, pemerintah kembali menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang KEN sebagai pengganti Perpres Nomor 5 Tahun 2006.
"Ada perbedaan yang mencolok terhadap arah kebijakan pada kedua peraturan tersebut, yaitu dalam Perpres Nomor 5 Tahun 2006 nuklir menjadi bagian dalam KEN sedangkan dalam PP Nomor 79 Tahun 2014 nuklir sebagai pilihan terakhir. Hal tersebut yang kemudian membuat rencana pembangunan PLTN menjadi tidak berujung hingga saat ini," katanya.
Ketua Komisi Energi Dewan Riset Nasional Arnold Soetrisnanto mendukung rencana pembangunan RDE ini. RDE masuk dalam agenda riset nasional seperti halnya pengembangan mobil listrik. Seharusnya pemanfaatan nuklir menjadi energi sudah mulai dirintis sejak saat ini.
"Kebijakan energi nasional harus disiapkan dari sisi ilmiah. Kebijakan energi nasional (KEN) harus dilakukan secara konsekuen. Namun faktanya tidak. Karena dalam jangka panjang energi yang berkelanjutan diperlukan untuk memastikan pasokan energi, pengurangan dampak emisi serta keekonomian," paparnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved