Penyidik Polri menyatakan penyidikan terhadap Bahasyim Assifie yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dan money laundrying di Direktorat Jendral Pajak, telah lengkap. Berkas perkaranya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Pada pelimpahan tahap kedua ini, polisi juga menyertakan barang bukti uang senilai lebih dari Rp66 miliar uang sebesar US$680 ribu dari rekening yang diblokir, serta satu rumah milik Bahasyim beserta isinya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Boy Rafli Amar di Senin (05/07) mengatakan pelimpahan berkas tahap dua telah dilakukan hari ini pukul 10.00 WIB ke Kejati DKI. “Bersama barang buktinya uang Rp 66 miliar dan US$ 680 ribu, dan sebuah rumah,” ujar dia seraya menambahkan bahwa barang bukti berupa uang tersebut seluruhnya terdapat dalam rekening yang telah diblokir di Bank BRI.
Dikatakannya pula, Bahasyim dikenakan pasal berlapis yang bisa membuatnya mendekam lama di tahanan. “Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun," tambahnya.
Boy menampik selentingan kabar yang menyebutkan bahwa dalam sangkaan terhadap Bahasyim hanya Rp1 miliar. Dia memastikan, sangkaan terhadap Bahasyim tetap Rp 66 miliar.
"Sangkaanya tetap Rp 66 miliar, kan barang bukti yang diserahkan juga segitu. Lihat aja nanti akan diungkapkan di persidangan," jelas Boy.
Polisi mengaku hanya menjadikan Bahasyim sebagai tersangkanya. Namun Boy menyebutkan tidak tertutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka meski kasusnya di polisi sudah P21 alias lengkap.
"Sementara tersangkanya baru dia. Bisa jadi nanti ada penambahan, baik itu dari keluarga maupu pemberi gratifikasi. Untuk pemberi gratifikasi nanti dilihat di persidangan lengkapnya," ujar Boy.
Dalam kasusnya, Bahasyim dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 2, 3, dan 12 b UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 dan atau 6 UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Pencucian Uang.
Bahasyim merupakan tersangka atas transaksi mencurigakan yang dimiliki oleh anak dan istrinya. Jumlah rekening itu dicurigai oleh Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK). Kemudian PPATK melaporkan transaksi mencurigakan itu kepada Mabes Polri yang selanjutnya dilimpahkan ke Polda Metro Jaya sejak tahun lalu.
Modus yang digunakan oleh Bahasyim dalam menjalankan aksinya adalah dengan mendapatkan uang hasil kejahatan (gratifikasi) kemudian ditransfer ke rekening keluarganya (anak dan istri). Uang tersebut juga hasil dari menerima imbalan atas jasa bantuan penyelesaian masalah perpajakan yang ditangani saat dirinya masih aktif di Ditjen Pajak.
Bahasyim sendiri bekerja selama 34 tahun menjadi pegawai Ditjen Pajak. Karir terakhirnya dengan pangkat eselon II sebagai Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII pada 2007. Setelah itu, dia lanjut ke Bappenas sebagai inspektur Bidang Kinerja Kelembagaan sampai akhirnya mengundurkan diri pada 1 April 2010.
Keluarga Bahasyim terdiri dari Sri Purwanti (istri), Kurniawan Ariefka (putra), Winda Arum Hapsari (putri), R (putri). Sri memiliki rekening mencapai Rp35 miliar yang disetor ke bank nasional (BNI) dan ada juga rekening senilai lebih dari US$1 juta. Winda memiliki rekening Rp19 miliar. Ada polis asuransi disetorkan ke bank jadi rekening tabungan di Bank BNI. Selain itu, R juga memiliki rekening sebanyak Rp2,1 miliar. Semuanya ada dalam rekening BNI dan BCA.
© Copyright 2024, All Rights Reserved