Rencana pemeriksaan yang akan dilakukan Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) atas Rieke Amavita, Pelaksana Harian Direktur Perdata di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Senin (05/07) batal. Rieke tidak dapat hadir dengan alasan adanya kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan.
Dikatakan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Boy Rafli Amar di Jakarta, Senin, seyogyanya pejabat Kemenkumham tersebut akan diperiksa terkait laporan Direktur PT Citra Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) dan Direktur PT. Media Nusantara Citra (MNC), Hary Tanoesoedibjo, terkait dugaan penerbitan surat palsu. "Yang bersangkutan belum bisa hadir karena ada kesibukan," kata Boy.
Terkait batalnya pemeriksaan ini, Polda Metro Jaya akan merencanakan kembali jadwal pemanggilan kedua terhadap Rieke. Akan tetapi, Boy belum memastikan kapan yang panggilan kedua tersebut akan dilayangkan.
Dikatakan Boy pula, dalam pemanggilan pejabat Kemenkumham ini, penyidik terlebih dahulu meminta izin kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Karena memanggilan pejabat Kemenkumham harus ada izin dari atasannya," ujar Boy.
Sebelumnya, pimpinan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) dan Direktur PT. Media Nusantara Citra (MNC), Hary Tanoesoedibjo melaporkan Pelaksana harian Direktur Perdata Kemenkumham, Rieke Amavita kepada Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya,
Pengacara Hary Tanoesoedibjo, Hotman Paris Hutapea mengatakan laporan tersebut terkait dugaan pembuatan surat palsu yang menyatakan Menteri Hukum dan HAM membatalkan surat pengesahan anggaran dasar TPI. "Tapi ternyata Menkumham belum pernah mengeluarkan surat pembatalan, kami menduga surat yang diterbitkan palsu," ujar Hotman.
Benar dan Sah
Dugaan surat palsu ini sendiri telah dibantah oleh Kemenkumham. Ditegaskan, surat bernomor AH.03.04/114 A tanggal 8 Juni 2010, benar dan sah dari Kementerian Hukum dan HAM. "Tidak ada surat palsu. Surat itu produk kami. Resmi dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM," kata Dirjen Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM, Aidir Amin Daud kepada pers, Jumat (02/07) malam.
Artinya, di mata Kementerian Hukum dan HAM kepemilikan Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut, putri sulung mantan Presiden Soeharto pada Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) sah adanya.
Aidir memastikan, kementeriannya tidak sembarangan dalam membuat surat maupun keputusan. Ada tahapan yang lumayan panjang, sampai akhirnya mereka memutuskan mengeluarkan surat yang lalu disoal kubu Hary Tanoe tersebut.
Dikatakan Aidir, surat tersebut keluar setelah Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Januari 2010 membentuk tim untuk meneliti pendaftaran akta PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia yang diajukan PT Berkah Karya Bersama, anak usaha MNC. Tim ini menindaklanjuti permohonan Siti Hardijanti Rukmana pada 2009.
Setelah tim terbentuk, mereka langsung bekerja melakukan investigasi dengan meminta keterangan dari berbagai unsur, seperti notaris dan pengelola. Berdasar informasi dari PT Sarana Rekatama Dinamika, pengelola Sisminbakum, ada pendaftaran hasil RUPSLB dengan Akta Nomor 16 tidak melalui mekanisme yang benar. Karena itu, kementerian sesuai kewenangannya mencabut surat keputusan Nomor C-07564.HT.01.04.TH.2005. "Ini yang kita cabut prosedurnya. Untuk kewenangannya siapa yang mempunyai substansinya, memang pengadilan yang akan menentukan," tegas Aidir.
© Copyright 2024, All Rights Reserved