Pemerintah tetap akan melanjutkan rencana pembangunan jembatan Selat Sunda. Potensi bencana geologi di kawasan Selat Sunda akan diatasi melalui rekayasa teknologi sehingga Jembatan Selat Sunda tetap dapat dibangun dengan mencermati kemungkinan bahaya yang akan timbul.
Demikian ditegaskan oleh Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak kepada wartawan di Jakarta, Jumat (01/10). "Akan ada rekayasa teknologi untuk mengatasi itu semua.”
Sebelumnya, pihak terkait seperti Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengadakan lokakarya kondisi bahaya geologi dalam rangka pembangunan Jembatan Selat Sunda.
Menurut Hermanto, hampir seluruh wilayah di Indonesia ini memang berpotensi bencana. "Di Kobe Jepang pun ada sebuah jembatan yang bergeser hingga 1 meter akibat gempa," katanya.
Oleh sebab itu, sambung Hermanto, pihaknya kini sedang mengevaluasi seluruh studi yang pernah dilakukan terkait dengan rencana pembangunan jembatan itu.
“Dari berbagai informasi itu, kami juga akan melakukan pemetaan Batimetri di dasar laut Selat Sunda sehingga nanti akan diketahui, pada titik-titik mana yang bisa dilalui untuk tiang pancang jembatan dan mana yang tidak," terang dia.
Pemetaan Batimentri ini juga, memungkinkan secara teknologi bisa menentukan bentang jembatan dan kedalaman tiang pancangnya. "Yang pasti, kami mempertimbangkan teknologi suspensi untuk Jembatan dan kabel gantung," katanya.
Ia juga menambahkan, secara teknologi akan dipertimbangkan juga kemungkinan dampak tsunami terhadap Jembatan Selat Sunda. "Semuanya akan dihitung," katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM R. Sukhyar mengatakan, potensi bahaya gempa bumi tektonik di kawasan Selat Sunda terjadi akibat tumbukan lempeng pada zona tunjaman yang berada pada radius 500 km dari wilayah tapak pembangunan jembatan.
Gempa bumi zona tunjaman tersebut, ujar Sukhyar, dapat mempunyai kekuatan maksimum di atas 8,0 Skala Richter (SR). Selain akibat tunjaman lempeng, gempa bumi di kawasan ini dapat berasal dari aktivitas patahan aktif.
"Tiga patahan aktif regional yang terletak pada radius di bawah 50 km di daratan Sumatera dan dasar laut Selat Sunda, yakni patahan aktif Teluk Lampung, patahan aktif Panaitan?Rajabas dan patahan aktif Sukadana. Sedangkan di daratan Jawa dikenal dengan patahan aktif Banten," katanya.
Adapun gelombang tsunami di kawasan Selat Sunda pernah terjadi pada 1883, yakni saat letusan Gunung Api Krakatau. Selain akibat letusan gunung api dan tsunami di kawasan tersebut dapat terjadi akibat gempa bumi tektonik kuat yang mematahkan lantai Selat Sunda pada zona tunjaman dan zona patahan Sumatera di Selat Sunda.
"Keberadaan potensi bahaya geologi ini bukanlah suatu hal yang harus ditakuti atau menjadi penghalang pembangunan yang telah dicanangkan. Tetapi merupakan suatu peringatan dini agar diwaspadai kemungkinan terjadinya dan diantisipasi dengan rekayasa teknik penanggulangannya," kata Sukhyar.
Pada acara Asia Pacific Ministerial Conference On Public Private Partnership for Infrastrusture Development 2010 awal tahun ini di Jakarta, Presiden SBY menawarkan skema kerja sama pemerintah dan swasta untuk pembangunan JSS.
Jembatan sepanjang 31 kilometer ini butuh dana lebih dari Rp100 triliun. Selain menghubungkan dua pulau besar dengan total penduduk terbesar di Indonesia, JSS yang dijadwalkan selesai pada 2025 ini, juga akan meningkatkan konektivitas sesama negara di Asia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved